Friday, August 26, 2005

ALERGI

Nggak suka! Sayur berwarna orange itu nggak pernah aku suka. Dari kecil aku emang nggak pernah mau memakannya. Kalau hari itu masak sop, jangan harap deh bakalan kusentuh. Dulu, aku emang nggak suka banyak jenis makanan. Dari berbagai jenis bahan sop, satu yang aku suka cuman....kuahnya. Ya, aku rela biar cuman makan nasi + lauk yang cuman ditambah kuah daripada harus makan kubis, apalagi daun bawang ma seledri, bikin kepala pusing kalau dimakan. Tak ketinggalan sayuran berwarna orange itu. walaupun dibentuk bunga, polos atau apapun juga, tetap saja makanan itu......nggak menarik.
Sayuran yang satu ini emang banyak mengandung vitamin A. Bentuknya panjang dan meruncing di bagian bawah. Biasanya dia dipakai buat campuran sop, risoles, pastel, bakwan atau berbagai makanan lainnya. Dia juga biasa dipakai sebagai pemanis sajian. Nggak jarang juga dia dibuat jus. Tapi walau apapun cara masaknya, aku tetap nggak suka.
Aku paling suka bantuin orang dapur mengupas bawang dan mengiris-iris sayur, termasuk sayuran itu. Aku suka mengirisnya seperti kipas, kemudian kupotong panjang-panjang untuk campuran bakwan. Aku juga suka mengirisnya bulat dengan cuilan kecil di bagian pinggir-pinggirnya. Cuman itu yang aku suka. Selain itu, tidak!!
“Ih, kok doyan banget seh makan wortel, kaya kelinci aja.” kataku pada Mbak Mega.
“Makan wortel tuh sehat tau, biar nggak sakit mata.” katanya waktu itu.
“Ih apa enaknya? Dimasak aja nggak enak gitu, apalagi dimakan mentah. Heks!” kataku yang mulai nggak sopan pada kakak pertamaku.
Aku mulai membayangkan rasanya di rongga-rongga kerongkongan....anyir. Seketika itu pula perutku terasa mulas.
Beberapa tahun setelahnya, saat aku mulai duduk di bangku kelas 6 di tingkat sekolah dasar, sekolahku mengadakan acara masak-memasak sebagai bahan ujian PKK kami. Tema masakannya adalah Nasi menggono. Ya, begitulah guruku menyebutnya. Jujur saja aku sendiri baru saja mendengar nama itu. Kata guruku, nasi menggono adalah sejenis nasi tumpeng dengan lauk ingkung ayam dan berbagai kelengkapan di sekelilingnya. Penjelasan lebih lanjut tentang bahan dan cara memasak telah dipaparkan di depan kelas dan kelompokpun telah dibagi.
Hari itu kami mulai bekerja. Hiruk pikuk dan celoteh anak-anak mulai menggema memenuhi area parkir yang telah disulap menjadi layaknya sebuah dapur umum. Bahan-bahan yang telah diceritakan oleh Bu Sisca adalah telur, bawang merah, cabe merah besar, kacang panjang, kecambah, mentimun, tomat dan tak ketinggalan seledri serta wortel. Aku mulai membayangkan berbagai bahan makanan yang serba tidak enak. Toh begitu, aku kan hanya memasak saja. Walaupun para guru juga tidak melarang kami untuk menyerbu makanan seusai penilaian dilakukan.
Mmm apa yang harus kami kerjakan, aku belum begitu mengerti. Walaupun seharian aku telah diprivate oleh ibuku tetap saja aku tidak tahu bagaimana cara memasaknya. Untung saja ada teman-teman lain yang tahu dan segera beraksi. Aku sendiri hanya kebagian......seperti biasa mengiris-iris sayuran.
Setelah berjam-jam kami bekerja, akhirnya jadi jga nasi enggono ala anak-anak kelas 6. nasi yang ditaruh di atas piring itu dibawa ke dalam kelas beserta segala kelengkapannya, seperti lilin, bunga, tisu, air minum dan sebagainya.
Karena lama bersibuk ria dengan masakan kami, perutku mulai terasa lain (tentu saja aku nggak full cuman mengiris-iris sayur saja). Ususku terasa seperti dipetik-petik hingga menimbulkan bunyi tang-ting alias krucak krucuk tanda lapar. Aku bergegas membeli buah-buahan di dekat gerbang sekolah bersama teman-temanku.
Oh iya aku sudah berubah loh, dulu aku merasa kalau melon itu nggak enak. Berkat teman-teman yang sering mengajakku membeli buah-buahan, aku jadi suka melon. Dan waktu itupun aku juga membeli elon. Kubawa melon itu ke tempat parkir dan kumakan sambil duduk di atas pembatas parkiran setinggi pusar. Tiba-tiba Tyo datang dengan membawa wortel yang telah bersih terkupas di tangannya. Dia berjalan ke arah kami dan melompat duduk di atas meja, tepat di depan kami. Lalu.................
“KRIUKK!!!”
Suara giginya yang bertabrakan dengan wortel terdengar seperti dalam iklan apel merah yang pernah kulihat di televisi. Seketika itu juga perutku terasa mulas dan melonku pun terasa tidak enak lagi.
“Tyo kaya orang kurang pangan deh.” kataku tanpa basa-basi. Tyo yang tidak mengerti maksud perkataanku hanya mengernyitkan dahinya sambil celingukan.
“Apa? Kurang pangan? Siapa? Maksudnya?” tanyanya kemudian.
“Ya kamu, siapa lagi? Aku kan dah bilang ‘Tyo’. Tyo kurang pangan, masak wortel mentah gitu dimakan.” Protesku sambil berharap dia akan menghentikan kegiatannya memakan wortel di depanku.
“Wah…pinter-pinter tapi bodo juga yah. Zat-zat yang diperlukan tubuh itu justru terdapat dalam makanan, buah dan sayuran yang masih mentah.” katanya sambil menunjukkan gaya Pak Rony saat menjelaskan bab Makanan Bergizi dalam pelajaran IPA.
“Iya seh, tapi itu lebih tepat kalo lo terapin di buah aja, bukan sayur kaya wortel itu.” kataku makin memprotes.
“Ye….serah gue dong. Wortel tuch lebih enak sdaripada melon tau gak? Melon tuch neg banget.” katanya sambil melihat melon di tanganku yang sedari tadi aku pegang saja. Aku tidak lagi memakannya karena perutku sudah mulas.
“Wortel tuch yang anyir.” kataku sambil berjalan meninggalkan Tyo yang terus mengoceh mencela melonku.

***

kakakku yang kedua baru saja pulang dari Bandung setelah bekerja di sana selama 2 tahun. Dia kaget saat melihatku yang kini telah memakai kacamata. Dengan seragam putih biru dan jilbab serta tasku dia semakin merasa menang mengataiku ‘Bu Guru’.
Sebagai kakak yang cukup dekat denganku, Mbak Dyah sudah hafal dengan makanan yang kusukai dan tidak kusukai. Dia tahu sekali cara membangunkanku saat bulan Ramadhan. Kalau aku susah dibangunkan, Mbak Dyah atau siapapun cukup mendekatkan sepiring nasi dengan lauk kering twempe ke hidungku. Tak berapa lama aku pasti membuka mata tanpa harus menggoyang-goyangkan tubuhku atau bahkan menyiramku dengan air. Tak ketinggalan pula kehafalannya pada ketidaksukaanku terhadap wortel. Tapi kakakku ini cukup pintar mengambil hati adiknya. Dia cukup tahu bahwa aku akan mau melakukan sesuatu yang dia minta bila dia juga melakukannya. Pun dalam hal makan wortel.
Hari itu kulihat dia sibuk mempersiapkan blender.
“Wah….Minggu pagi gini emang asek bikin jus. Perlu es batu gak?” tanyaku mencoba merayunya agar mendapat bagian.
“Nggak usah. Aku mau bikinin ini buat adek manisku. Tapi, aku juga minta.” katanya mulai melancarkan aksinya. Kupegang kening kakakku, normal!!
“Nggak lagi sakit kan? Tumben baik banget, emang jus apa seh?” tanyaku tak sabar.
“WORTEL!!” katanya singkat.
TOENGNGNG!!!
Aku langsung gedhek-gedhek.
“Dikit aja kok. Segelas berdua aja.” katanya mencoba membujuk. Aku kembali hanya menggeleng-gelengkan kepalaku.
“Ya udah deh, setengah gelas berdua.” katanya memulai tawar menawar.
“Tapi…….. kalo aku nggak doyan gak boleh dipaksa yah.” kataku memelas.
Akhirnya kamipun membuat ‘setengah gelas berdua’ jus dengan bahan utama musuhku, sayur berwarna orange.
Tak berapa lama jus ala Mbak Dyah dan aku telah tersaji di meja. Mbak Dyah menyuruhku meminumnya. Aku menggeleng dan berbalik menyuruhnya memulai. Mbah Dyah memulai atraksinya dengan meminum setengah dari setengah gelas alias seperempat gelas jus wortel itu dan menyerahkan seperempatnya padaku. Kudekatkan gelas ke mulutku, terciumlah bau anyir sang wortel. Perutku kembali terasa mulas. Dalam dua tegukan saja kepalaku terasa pusing bukan main. Keringat dingin mengucur di tubuhku. Seharian aku hanya mampu berbaring di kamar dengan terus memegangi kepalaku.
Ketika paginya aku kembali sehat, ayah, ibu, Mbak Mega dan Mbak Dyah hanya tertawa melihatku.

***

Suatu hari, dalam sebuah worksho yang diikuti oleh anak-anak berseragam putih abu-abu sepertiku, kudengar seorang penulis merumuskan tentang AMBAK, Apa Manfaatnya BagiKu? Aku mencoba merenungkan kembali di rumah. Kutuliskan besar-besar manfaat apa yang dapat kuambil dari sekedar makan wortel dalam secarik kertas. Kubaca lagi dan kutempelkan di dinding biru kamarku. Lama-lama akupun tergerak untuk mencoba sekejap saja melupakan pengalaman pahitku bersama jus wortel. Kalau aku makan wortel, kata orang bisa mencegah dan mempertahankan minusku agar tak bertambah. Yang pasti, dengan makan wortel aku akan mendapat asupan gizi. Lalu….yang paling membuatku bersemangat, aku bakalan punya prestasi. Seperti kata guruku di SMK, bahwa sebuah prestasi tidak harus diraih dari ranking di kelas atau berbagai tropi yang kuterima. Ya, bisa memakan dan menyukai wortel yang selama ini kubenci adalah sebuah prestasi. Prestasi yang perlu kuacungi jempol, telunjuk, jari tengah, jeri manis dan kelingking. Sebuah prestasi yang ‘BESAR’.
Sayang, untuk mencapai prestasi itu bukanlah hal yang mudah. Setiap kali aku mencoba memakan wortel mentah, satu gigitan kecil saja terasa tidak enak di perutku. Ketika kupaksakan untuk makin banyak menggigitnya, wortel itu terasa tersekat di kerongkonganku, siap meluncur kembali seperti rudal.
Kucoba beberapa saran teman. Ada yang mengusulkan untuk dibuat jus. Jelas kutolak!!! Aku tidak menginginkan kejadian ketika SMP terulang kembali. Ada juga yang mengusulkan agar aku memakan mentah. Aku sudah melakukannya dan gagal. Lalu ada yang mengusulkan agar aku membuat ‘jus manual’ saja. Aku agak heran mendengar istilah itu. Ternyata jus manual adalah sebutan yang temanku berikan untuk wortel yang diparut dan diperas. Tepatnya, sari wortel. Katanya itu lebih alami dan rasanya berbeda dengan jus blender-an. Kucoba membuatnya dengan menambahkan gula dan kuaduk-aduk. Kucoba meminumnya sedikit, tapi rasanya tetap sama. Efek pusingnya masih saja terasa di kepalaku. Untung saja aku tidak menenggaknya hingga habis. kalau tidak, bisa-bisa aku harus dilarikan ke dokter atau rumah sakit terdekat karena disangka alergi wortel.
Suatu hari Mbak Mega datang ke rumah bersama Sofyan, anak pertamanya. Anak berumur 2,5 tahun itu adalah buah pwerkawinannya dengan Mas Anton. Karena kangen dengan masakan Mbak Mega, hari itu kami memberlakukan ‘wajib masak’ bagi Mbak Mwega. Karena putranya yang terus mengganggu dan tidak mau diajak bermain, alhasil masakan Mbak Megapun lodrok alias terlalu matang. Hilang sudah keinginan seisi rumah untuk menikmati sup ala Mbak Mega. Yang ada malah mega mendung dari wajah-wajah cemberut ayah, ibu dan Mbak Dyah.
Aku yang baru saja pulang dari sekolah setelah mengikuti ekstrakurikuler bola voli langsung menyambar tudung makan setelah menyandarkan tasku di kursi ruang makan. Saat kulihat wortel dalam sup ayam, seleraku mulai berkerut-kerut seiring kerutan usus di dalam perutku. Seketika itu pula aku teringat akan ‘prestasi’. Aku mencoba mengencangkan kembali seleraku dan melahap wortel yang ada. Aku sudah siap nyengir-nyengir merasakan anyirnya si wortel. Tapi……..kok……..nggak ada rasanya? Akhirnya sejak hari itu aku sadar bahwa kuncinya ada pada…..terlalu matang. Dan sejak itu pula, setiap makanan yang mengandunng wortel harus dimasak secara ‘terlalu matang’. Sedikit demi sedikit kucoba memakan wortel dengan kematangan normal. Ternyata….layaknya suatu keterampilan yang makin diasah makin terampil, makin banyak aku makan wortel, makin nggak kerasa anyirnya. Kucoba memakan risoles, pastel, …..lama-lama kucoba pula memakan wortel mentah. Akhirnya aku lancar-lancar saja memakan wortel dan rasa mulas di perutku hilang saat berhadapan dengannya, termasuk dalam bentuk jus blender ataupun manual. Semua kulahap. Prestasi itu akhirnya dapat kucapai juga.

***

“Bu, beliin daun bawang sama seledri, yah.” teriakku saat melihat ibu akan pergi ke pasar.
“Buat apa? Bukannya kamu nggak doyan?” sahut ibu kemudian.
“Aku kan mau belajar makan, Bu.” kataku teriring sebuah senyum kecil dari bibir ibu.


Yogyakarta, 6 Maret 2005
hand_shaoran

HARIKU MATI

Kembali pada bulan

Lima jalan telah tertapaki

Sepi tak terdengar tak terasa

Tak satu lambaian tangan

Tak satu kecupan

Tak satu kata lagi keluar


Jikalau aku takkan menyesal

Kan ramai riuh rendah

Kan penuh lambai kecupan kata


Sayang kini telah hilang

Hariku sepi tak berkesan

Dingin, mati


Yogyakarta, 22 Mei 2005

SAJAK YANG TERCECER

Sepenggal sajak manis

Tertuang dalam gelas merah hati

Tercecer tiada arti


Seteguk sesat yang mengepul

Tiada terasa

Terlalu pahit lidah

Hingga tak lagi mengecap rasa


Sejak kapan sampai kapan

Sajak yang tercecer

Masih mampu terkumpulkan

Hingga sesat hilang

Dalam bingar


Yogyakarta, 22 Mei 2005

SAJAK-SAJAK UNTUK AYAHKU

Salam untuk ayahku

Aku di sini menuntut ilmu

Tak mau lagi kulihat wajahmu

Memelas karena ulahku


Satu harap untuk ayah

Kulihat senyum dan tawa lepasmu

Saat kau melihatku

Di atas mimbar kehormatanku


Ingin kutunjukkan pada ayah

Diriku kini tak sama

Namun hati terus berkata

Kuingin tetap bermanja

Dalam peluk kasih sayang

Dari engkau yang kusebut ayah


Yogyakarta, 22 Mei 2005

tak kenal maka tak sayang

TAK KENAL MAKA TAK SAYANG
“Vi, sholat yuk!” kata Nisa kepada Vivi sepulang sekolah.

“Ntar ah! Di rumah aja.” Jawab Vivi.

“Kalo sampe rumah dah Ashar gimana?” Tanya Nisa.

“Dijamak aja.”

Lain hari Nisa mengajak Tita, “Ta, Sholat dulu yuk!” jawab Tita.

“Gue tunggu aja deh! Lo kayak gak tau gue aja. Panas dong, kalo kebakar gimana? hehe…..” canda Tita.


Dua kisah di atas cuman sekelumit kisah yang bisa kita jadikan contoh buat menilik gaya remaja saat ini (ups….yang gak termasuk jangan marah yah). Kalo kita mo nyari contoh-contoh yang lain tentu kita bisa dapet seabrek cerita lain pula. Melalui dua cerita di atas saya pengin menunjukkan salah satu fenomena yang sedang terjadi di masyarakat, bahwa sebagian remaja muslim belum kenal sama Alloh. Hal itu bisa kita lihat dari kecilnya minat mereka buat belajar agama Islam, apalagi mengamalkan ajaran agamanya. Salah satu buktinya mereka tidak lagi menganggap sholat sebagai suatu hal yang penting, bahkan sering menganggap hal-hal yang berbau agama sebagai suatu topik yang menarik buat dijadikan suatu lawakan.

Wah kalo gitu banyak yang protes dong! Ah gak juga, saya kan udah ngasih statement kalo hal itu cuman terjadi pada sebagian remaja aja. Masalah besar atau kecilnya bagian itu bisa kita lihat sendiri di lingkungan masing-masing.


☺☺☺


Tanpa kita sadari sebagian dari kita emang belum sepenuhnya kenal sama Alloh. Ibarat seorang penulis, kita udah baca bukunya, udah tahu namanya tapi kita gak tau orangnya dan sifat-sifat penulis itu sendiri.

Ngomong-ngomong soal penulis, sebenarnya penulis bukanlah sebuah perumpamaan yang tepat untuk menggambarkan keasingan kita sama Alloh. Orang yang nggak kenal sama Alloh boro-boro mo baca kitab-Nya, dengerin orang baca aja udah sewot sendiri. Beda dengan penulis, mungkin kita justru tahu tentang keberadaan penulis tersebut setelah baca bukunya. Namun, paling tidak penulis udah mampu sedikit menggambarkan apa yang ingin saya sampaikan kepada para pembaca bahwa kita sudah sering mendengan nama Alloh, namun belum sempurna mengenalnya.

Kenapa saya tega memvonis sebagian remaja seperti itu? Mungkin karena saya sendiri juga baru sadar bahwa selama ini sayapun kurang mengenal Alloh. Karenanya saya pengin ngajak temen-temen buat bersama-sama kenalan sama Alloh, Dzat yang menciptakan kita.

Sebagian remaja nganggep kalo mereka masih ‘kinyis-kinyis’ alias masih muda banget. Mereka sering salah mengartikan kalimat ‘Masa remaja adalah masa yang paling menyenangkan. So, jangan disia-siakan’. Kita nggak bisa memungkiri kebenaran statement di atas. Namun kita juga nggak bisa asal menafsirkan kalimat tersebut, apalagi menelan mentah-mentah. Kata ‘menyenangkan’ sering banget diidentikkan sama ketawa-tawa, hura-hura, foya-foya dan hal-hal lain tanpa memperhatikan kondisi sekitar, baik hokum, budaya maupun ajaran agama. Masa remaja tuch masa paling enak buat kebut-kebutan. Nggak peduli jalanan rame, nggak peduli ama kecelakaan, toch gue masih muda, mati gue masih lama. Kalo ketilang, ah gampang! Tinggal minta duit ma ortu, kelar!! Masa remaja juga paling asyik buat pacaran. Jomblo? Nggak ah! Pamali! Gimana kata temen-temen? Dikira gue gak laku dong! (emang jualan). Kalo pacaran gue kan bisa punya temen jalan, sharing, de el el.

Nah ini nih! Keliatan kan kalo kita belum sepenuhnya kenal ma Alloh? Kalo kita berpikiran gue masih muda, mati gue masih lama, kenapa juga temen-temen kita yang tabrakan bisa mati juga? Kenapa juga temen-temen yang masih muda gak bisa selamat dari bencana? Kenapa juga bayi yang lebih muda dari kita pun bisa ikut jadi korban? Cukup jadi bukti kalo Alloh nggak milih-milih umur kalo ngasih Azab kan?

Trus, kalo kita berpikiran kalo dengan pacaran kita bisa punya temen jalan n’ sharing, masa iya sich? Coba deh kenalan ma Alloh. Lo bakal tau kalo Alloh tuch deket banget ma kita. Dimanapun kita berada Alloh selalu menemani kita n’ siap jadi hero buat kita. Buat sharing? Wah Alloh itu paling asyik buat sharing. Tau sendiri kalo Alloh itu Maha Segala-galanya kan? Alloh itu Maha Melihat, Maha Mendengar, Maha Bijaksana, de el el. So, kalo kita sharing ma Alloh, Alloh udah tau banget apa yang jadi masalah kita n’ tau apa yang harus dilakuin buat kita. Kaya katanya M. Iwan Januar dalam karyanya, “Surga Juga Buat Remaja, Lho!!”, kita bisa curhat kepada Alloh kapan saja. So, nggak perlu calling, “Say, dateng dong, gue mo sharing nich!” N’ yang paling penting sharing ma Alloh bakal dapet solusi yang paling tepat banget deh!

Kalo pacaran identik sama ‘cinta itu buta’, sharing ma Alloh bakal bikin lo gak buta lagi, but lebih terbuka n’ lebih peka. Trus, banyak diantara temen-temen kita yang buta itu bener-bener rela dibutakan oleh cinta (cinta or nafsu yach?). Mereka gak peduli pacar mereka alim ato brandal, mo pacarnya minum-minuman keras kek, suka ngrokok kek, bolos nek eh kek, yang penting I love him/her. Waduh berarti pacar bisa jerumusin kita dong. Bandingin deh sama Alloh. Alloh Maha Pemberi Petunjuk!! So, aman-aman aja, cepetan deh sharing ma Alloh!


☺☺☺


Kamu mungkin sering beranggapan kalo orang-orang yang memegang teguh agamanya itu orang-orang yang kuno, ketinggalan jaman, gak cool de el el. Mmmm coba pikir deh, jangan-jangan kamu sendiri yang ketinggalan jaman. Ibarat kita hidup sebagai petani di jaman Majapahit, raja ngasih pengumuman bakal ada sayembara buat jadi orang kepercayaannya n’ dapet kedudukan yang tinggi. Semua orang pengin ikut sayembara itu tapi kamu gak ikut gara-gara kamu gak tau (kecian banget nich anak). Ato kamu tau ato males buat ikut. Akhirnya ya cuman jadi petani mulu.

Maksudnya apa sich, kok sampe Majapahit segala. Maksudnya, dalam kehidupan nyata sekarang ini ada sebuah sayembara untuk bisa dapetin kedudukan yang mulia di sisi Alloh Swt. Tapi kamu kehilangan kesempatan itu karena kamu gak pernah tau, gak pernah baca pengumuman di Al-Qur’an n’ gak pernah tertarik ama sayembara itu b’cause kamu lebih tertarik sama dunia glamour yang gak bakal kebawa ampe’ mati. Ketinggalan jaman gak sech? Di saat orang-orang lagi sibuk buat nyiapin masa depan abadinya, lo masih berkutat ama hal-hal semu duniawi. Kaya anak kucing yang dikasih mainan benang. Saking senengnya, cuman mainan benang terus (wah lucu nich anak kucing).


☺☺☺


Masih inget sama Inul? Wah siapa sich yang bakal lupa? Ahli ngebor yang hebat itu kan dah terkenal banget (kerja di pertambangan mana sich?) Kalo abad 20 kemaren dibilang jaman edan, enaknya abad ini disebut abad apa yach? Edan super ato edan 76 kali yah (wah kok jadi ngomongin rokok segala sich)

Fenomena yang kita liat sekarang bahwa yang namanya cewek, perempuan, wanita ato apalah istilah lainnya udah gak malu lagi buat ngelakuin hal-hal yang bertentangan ma budaya n’ agama. Boro-boro malu, bangga dong! Dengan bangganya mereka bergaya sedemikian rupa saat para cowok, laki-laki, pria ato istilah lainnya mlongo ato mlotot ngeliat tingkah mereka. Dengan lantangnya mereka nyebut-nyebut nama Alloh saat orang-orang memprotes tindakan mereka.

Kalo ditanya salah cewek ato cowok, mending ngeles n’ bilang salah keadaan aja deh. Kenapa cowok suka banget kalo ngeliat yang begituan (cewek kan pengin disenengin ma cowok). N’ kenapa cewek suka bergaya begituan (cowok kan suka ngeliat cewek). Wah jadi……….. ada siklusnya toch?!

Ngomong-ngomong daripada dapet protes dari kaum Hawa, perlu dicontohin dari kaum Adam juga kali yah. Ternyata yang bangga ma ngebornya Inul tuch gak cuman insane dangdut ma cewek-cewek doang. Cowok-cowok juga gak cuman pengin liat. Mereka bilang, “Gue juga bisa” n’ dengan pedenya ngebor dengan gaya cewek. Jaman sekarang di banyak acara televisi kita bisa liat cowok-cowok cantik. Seakan bumbu humor sinetron tuch cuman dari cowok-cowok bencis (buncis kali yah). Impas!! Kalo wanita nuntut kesamaan sama pria, dalam hal ini pria-wanita sama aja.

Sebenarnya apa seh yang dicari dari gaya seperti itu? Populeritas mungkin yang sering disebut-sebut. Remaja cewek yang bergaya ala Britney n’ Avril, pake baju obralan kurang bahan, or ala sapi “metal” dengan alasan pengin populer. Remaja cewek ato cowok pengin dikenal ma cewek ato cowok lain sampe-sampe gak sadar kalo mereka malah keliatan lucu dengan gaya mereka itu. Cocok sama lagu “Tumini”. Aduh buat apa seh populer segala? Kalo Avril dah nggak nge-boaming juga lo harus ganti gaya, gak punya pendirian. Katanya lo punya prinsip “Be yourself”. Kok niru-niru gitu, gak cool.

Oh ya, banyak dari kita yang suka ngelawan ortu ma guru biar keliatan gentle yah? Wah kata M. Iwan Januar, berbuat gak sopan itu berarti kamu gak cool. Lo gak gentle, gak dewasa (wah kok jadi marah-marah ndiri seh).

Balik ke kenal ato gak-nya kita ma Alloh, gaya pengejaran populeritas macam begono, nunjukkin kalo kita belum kenal ma Alloh. Gimana nggak? Emang kita nggak tau apa kalo yang nyiptain Britney, Avril, Greenday, Simpleplan or ruwetplan itu juga Alloh. Kenapa kita malah kagum ma mereka? Kenapa kita nggak kagum ma Alloh yang menciptakan mereka? Lagian mereka tuch cuman bisa kasih dosa ma kita. Gimana nggak? Demi Britney n’ populeritas kita rela pake baju minim kain or seksi. Demi Avril kita rela pake kutek item yang ngalangin air wudhu. Wah pahlawan kejahatan tuch mereka. Coba kalo kita kenal ma Alloh. Alloh udah kasih pahlawan kebaikan buat kita yang jadi idola seluruh dunia, nomor satu di Guiness Book of Record, yang lebih hebat dari pahlawan manapun, yang gak cuman jadi Indonesian Idol, American Idol, or American Idiot tapi udah jadi World Idol. Siapa lagi kalo bukan Nabi Muhammad Saw.

Nah udah seabrek-abrek gambaran gitu tentu kamu-kamu udah tau dong, kita dah kenal ma Alloh ato belom. Kalo udah, jangan cuman kenal dong, jadian ma Alloh biar jadi kekasih Alloh!

Kalo belom, sama-sama aja kenalan. Caranya:

a. Banyak sharing ma Alloh. Balikin semua masalah ma Alloh n’ jadikan Alloh satu-satunya tumpuan bergantung.

b. Banyak berdo’a n’ meminta karena cuman Alloh tempat meminta.

“Mohonlah karunia Alloh karena Alloh sangat senang sekali dimintai. Seutama-utama ibadah itu adalah menanti kelapangan” (H.R. Tirmidzi)

“Mohonlah kelapangan kepada Alloh, janganlah segan berdo’a sebab tidak seorangpun yang binasa karena do’a”

c. Banyak baca Al-Qur’an. Al-Qur’an adalah firman Alloh. So, banyak baca Al-Qur’an artinya banyak tau tentang Alloh.

d. Cinta lingkungan n’ sesama karena banyak ilmu Alloh terdapat dalam makhluknya, termasuk diri kamu sendiri. Siapa tau kamu bisa kenal Alloh lewat diri kamu, temen ato lingkungan sekitar kamu.

e. Banggalah atas dirimu, but jangan takabur. Bersyukurlah Alloh telah menciptakan kamu as yourself seperti nabi Muhammad Saw yang selalu berdo’a:

“Ya Alloh, Engkau telah memperindah ciptaan dari diriku, maka perindahlah akhlakku.”

f. Carilah sahabat sebanyak-banyaknya. Cintai mereka karena Alloh, dan benci mereka karena Alloh. Ali bin Abi Tholib r.a. berkata:

“Sahabat adalah orang yang membuat kita menjadi benar, bukan orang yang selalu membenarkan kita.”


Sebenarnya masih banyak lagi cara-cara kita untuk bisa lebih mengenal Alloh dan kita harus mulai untuk mengenal Alloh sejak saat ini. Jadikanlah setiap cobaan dan ujian yang Alloh berikan sebagai ‘bengkel hati’ dan tanda kasih serta perhatian Alloh kepada kita. Karena orang yang mengaku beriman selalu diuji oleh Alloh. Carilah cinta Allah. “Be sure Alloh always answer the pray of the people who search His love”.


Sumber:


1. Surga Juga Buat Remaja, Lho!

2. Annida

3. Putri

4. Hidayah

tertunda

"TERTUNDA"
Keintiman yang tak lagi dapat

Merasuki jiwaku

Dalam suatu kesunyian malam

Tak lagi dapat kurasakan cinta


Sepi….sebuah keinginan

Di atas ketakutan

Kegalauan di antara hitam dan putih

Membakar sebuah nyala api


Bagaikan air yang tersiram di atas kobar

Berasap kepulan hitam


Bersama sang hitam putih tertinggal

Setetes air mata dari lubuk hati

Mengalir sungai mata air kasih


Saat mata terpejam

Tertunduk lemas kaku

Tak mampu lagi bercumbu

Dengan wajah tangan

lapang terpijak


Yogyakarta, 2 Maret 2005
hand_shaoran

ide-ide yang tercecer

Ide-ide yang Tercecer
By: Handy


Ide itu ada di setiap langkah. Itulah judul artikel yang kubaca dalam sebuah majalah remaja. Artikel tersebut ditulis oleh seorang cerpenis muda bernama M. Fikri Azis. Dalam tulisannya tersebut, ia sempat berkata bahwa ‘untuk sehari saja telah tercecer puluhan (ide) yang dapat dituangkan ke dalam sebuah cerpen.

Setuju dengan tanda seru (!). Itulah tanggapanku setelah membacanya. Dari pagi, siang, sore, malam hingga pagi kembali tiba. Tentu banyak sekali yang telah kita lihat, dengar dan rasakan. Banyak pula hal-hal yang kita lakukan, serta kata-kata yang kita ucapkan yang mampu dikelola menjadi sebuah ide cerita pendek. Bahkan yang panjang sekalipun.

Setuju pula bila dikatakan bawa ide-ide itu tercecer, di rumah, di jalan, di sekolah, tempat kita bekerja, di tempat kongkow, di masjid, di kamar…everywhere katanya. Sayangnya, kadang atau bahkan sering sekali kita melewatkan ide-ide tersebut begitu saja.
Sejak membaca artikel tersebut, aku rajin mengamati dan men-scan segala hal yang kulihat, mencoba merekam suara-suara unik, mengumpulkan ide-ide yang tercecer tersebut. Saat ini misalnya, aku sedang disibukkan dengan kegiatan Praktek Industri di sebuah perguruan tinggi Islam di Yogyakarta, tempat tinggalku. Ternyata banyak sekali ide. Pada pagi hari misalnya, banyak sekali ide yang bermunculan. Tentang kebiasaan bangun terlambat misalnya. Atau kebiasaan mandi yang lama sekali. Keributan saat antre kamar mandi, makan pagi yang menjadi ajang berkumpul keluarga…

Masih di pagi hari. Sejak melaksanakan Praktek Industri, salah satu kebutuhan sekunder yang kini mau tak mau menjadi kebutuhan pokok bagiku adalah angkutan. Bus. Perjalanan menuju tempat menunggu bus bisa menjadi sebuah ide yang menarik. Sambil menunggu bus tiba, kegiatan polisi membantu anak-anak sekolah atau orang tua yang hendak menyeberang jalan dapat pula menjadi ide. Kebut-kebutan bus kota yang memaksa penumpang untuk ketakutan, namun bagi orang yang sudah terbiasa…hal itu bukan lagi sesuatu yang spesial. Muka penumpang yang biasa saja dalam keadaan yang cukup menegangkan tentu saja dapat dikembangkan menjadi cerita yang menarik di tangan-tangan para penulis. Itu pula yang menjadi harapanku. Mampu mengembangkan semua hal menjadi cerita yang menarik.

Jika di pagi hari saja begitu banyak ide yang muncul, belum lagi ditambah kejadian di siang hari, sore hingga malam hari. Ya,… ide memang tercecer di mana-mana. Dalam setiap langkah dan gerak-gerik kita, dan orang-orang di sekitar kita. Dan hanya di tangan orang-orang yang kreatif dan inovatif-lah ide itu dapat berkembang…

sumber: Annida