Monday, July 23, 2007

Surat Cinta untuk Ukhty

sebuah surat yang saya dapat dari tetangga. minta ijin gak dkasih kasih...diijinin ya....plissss....hiks hiks
Kriiiing, kriiiiing,kriiiiing, pak pos lewat tepat di depan sekumpulan akhwat yang sedang LIQO’ ( ngaji ), tiba-tiba pak pos menghampiri mereka“assalamu’alaikum”“waa’alikumussalam” jawab akhwat serempak“afwan, ukhti… ini ada surat untuk mujahidah” kata pak pos“ooooh… syukron pak”“ya.. afwan” jawab pak pos singkat, sesingkat beliau mampir ke tempat itu“assalamu’alaikum” pamit pak pos“wa’alaikum salam” jawab jilbaber serempaktak sabaran merekapun membuka surat yang baru saja di terimanyabereweeeek, sebuah amplop berwarna pink di sobek, lalu seorang murobbiyah pun membacanya, dan mutarobbbiyah khusyu mendengarkannya “ assalamu’alaikum warahmatullahi wabaraktuh “ seuntai kata dari surat itu mulai di baca“wa’alaikum salam warahmatullahi wabaraktuhu” jawab jilbaber lagi-lagi kompak“ukhti… yang di nantikan syurga “ satu persatu murobbiyah mulai mengalirkan kata-kata surat yang di bacanya) Ukhti…Besarnya kerudungmu tidak menjamin sama dengan besarnya semangat jihadmu menuju ridho tuhanmu,mungkinkah besarnya kerudungmu hanya di gunakan sebagai fashion atau gaya jaman sekarang, atau mungkin kerudung besarmu hanya di jadikan alat perangkap busuk supaya mendapatkan ikhwan yang di idamkan bahkan bisa jadi kierudung besarmu hanya akan di jadikan sebagai identitasmu saja, supaya bisa mendapat gelar akhwat dan di kagumi oleh banyak ikhwan) Ukhti…tertutupnya tubuhmu Tidak menjamin bisa menutupi aib saudaramu, keluargamu bahkan diri antum sendiri, coba perhatiukan sekejap saja, apakah aib saudaramu, teman dekatmu bahkan keluargamu sendiri sudah tertutupi, bukankah kebiasaan buruk seorang perempuan selalu terulang dengan tanpa di sadari melalui ocehan-ocehan kecil sudah membekas semua aib keluargamu, aib sudaramu, bahkan aib teman dekatmu melalui lisan manis mu Ukhti…lembutnya suaramu) mungkin selembut sutra bahkan lebih dari pada itu, tapi akankah kelembutan suara antum sama dengan lembutnya ksasihmu pada sauadaramu, pada anak-anak jalanan, pada fakir miskin dan pada semua orang yang menginginkan kelembutan dan kasih sayangmu Ukhti…lembutnya Parasmu tak menjamin selembut hatimu, akankah) hatimu selembut salju yang mudah meleleh dan mudah terketuk ketika melihat segerombolan anak-anak palestina terlihat gigih berjuang dengan berani menaruhkan jiwa dan raga bahkan nyawa seklaipun dengan tetes darah terakhir, akankah selembut itu hatimu ataukah sebaliknya hatimu sekeras batu yang ogah dan cuek melihat ketertindasan orang lain. Ukhti…Rajinnya tilawahmu tak) menjamin serajin dengan shalat malammu, mungkinkah malam-malammu di lewati dengan rasa rindu menuju tuahnmu dengan bangun di tengah malam dan di temani dengan butiran-butiran air mata yang jatuh ke tempat sujud mu serta lantunan tilawah yang tak henti-hentinya berucap membuat setan terbirit-birit lari ketakutan, atau sebaliknya, malammu selalu di selimuti dengan tebalnya selimut setan dan di nina bobokan dengan mimpi-mimpi jorokmu bahkan lupa kapan bangun shalat subuh. Ukhti…Cerdasnya dirimu tak menjamin bisa mencerdaskan) sesama saudaramu dan keluargamu, mungkinkah temanmu bisa ikut bergembira menikmati ilmu-ilmunya seperti yang entum dapatkan, ataukah antum tidak peduli sama sekali akan kecerdasan temanmu, saudaramu bahkan keluargamu, sehingga membiarkannya begitu saja sampai mereka jatuh ke dalam lubang yang snagat mengerikan yaitu maksiat Ukhti…cantiknya wajahmumu tidak menjamin) kecantikan hatimu terhadap saudaramu, temanmu bahkan diri antum sendiri, pernahkah antum menyadari bahwa kecantikan yang antum punya hanya titpan ketika muda, apakah sudah tujuh puluh tahun kedepan antum masih terlihat cantik, jangan-jangan kecantikanmu hanya di jadikan perangkap jahat supaya bisa menaklukan hati ikhwan dengan senyuman-senyuman busukmu Ukhti…tundukan) pandanganmu yang katuh ke bumi tidak menjamin sama dengan tundukan semangatmu untuk beranui menundukan musuh-musuhmu, terlalu banyak musuuh yang akan antum hadapi mulai dari musuh-musuh islam sampai musuh hawa nafsu pribadimu yang selalu haus dan lapar terhadap perbuatan jahatmu, Ukhti…tajamnya) tatapanmu yang menusuk hati, menggoda jiwa tidak menjamin sama dengan tajamnya kepekaan dirimu teerhadapa warga sesamamu mu yang tertindas di palestina, pernahkah antum menangis ketika mujhaid-mujahidah kevil tertembak mati, atau dengan cuek bebk membiarkan begitu saja, pernahkah antum merasakan bagaimana rasanya baerjihad yang di lakukan oleh para mujahidah-mujahidah teladan) Ukhti…lirikan mamatamu yang menggetarkan jiwa tidak menjamin dapat menggetarkan hati saudaramu yang senang bermaksiat, coba antum perhatikan dunia sekelilingmu masih banyak teman,saudara bahkan keluarga antum sendiri belum merasakan manisny islam dan iman mereka belum merasakan apa yang antum rasakan, bisa jadi salah satu dari kleuargamu masih gemar bermaksiat, berpakaian seksi dan berprlikaku binatang yang tak karuan, sanggupkah antum menggetarkan hati-hati mereka supaya mereka bisa merasakan sama apa yang kamu rasakan yaitu betapa lezatnya hidup dalam kemulyaan islam Ukhti…tebalnya kerudungmu tidak menjamin setebal) imanmu pada sang khalolikmu, antum adalah salah satu sasaran setan durjana yang selalu mengiontai dari semua penjuru mulai dari depan belakang atas bawah semua setan mengintaimu, imanmu dalam bahaya, hatimu dalam ancaman, tidak akan lama lagi imanmu akan terobrak abrik oleh tipuan setan jika imanmu tidak betul-betul di jaga olehmu, banyak cara yang harus antum lakukan mulai dari diri sendiri, dari yang paling kecil dan seharusnya di lakuakn sejak dari sekarang, kapan lagi coba…. Ukhti…Putihnya kulitmu tidak menjamin seputih hatimu terhadap) saudaramu, temanmu bahkan keleuargamu sendiri, masih kah hatimu terpelihara dari berbagai penyakit yang merugikan seperti riya dan sombong, pernahkah antum membanggakan diri ketika kesuksesan dakwah telah di raih dan merasa diri paling wah, merasa diri paling aktif, bahkan merasa diri paling cerdas di tas rata-rasat akhwat yang lain, sesombong itukah haitmu, lallu di manakah beningnya hatimu, dan putihnya cintamu Ukhti…rajinnya ngajimu tidak menjamin) serajin infakmu ke mesjid atau mushola, sadarkah antum kalo kotak-kotak nongkrong di masjid masih terliat kosongdan menghawatirkan, tidakkah antum memikirkan infaq sedikit saja, bahkan kalaupun infaq, kenapa uang yang paling kecil dan paling lusuh yang antum masukan, maukah antum di beri rizki sepelit itu. Ukhti…rutinnya halaqahmu tidak menjamin serutin puasa sunanah) senin kamis yang antum laksanakan , kejujuran hati tidak bisa di bohongi, kadang semangat fisik begitu bergelora untuk di laksankan tapi, semanga tr uhani tanpa di sadari turun drastic, puasa yaumul bith pun terlupakan apalagi puasa senin kamis yang di rasakan terlalu sering dalam seminggu, separah itukah hati antum, makanan fisik yang antum pikirkan dan ternyata ruhiyah pun butuh stok makanan, kita tidak pernah memikirkan bagaimana akibatnya kalau ruhiyah kurang gizi Ukhti…manisnya senyummu tak menjamin semanis rasa kaishmu) terhadap sesamamu, kadang sikap ketusmu terlalu banyak mengecewakan orang sepanjang jalan yang antum lewati, sikap ramahmu pada orang antum temui sangat jarang terlihat, bahkan selalu dan selalu terlihat cuex dan menyebalkan, kalau itu kenyataanya bagaiamana orang lain akan simpati terhadap komunitas dakwah yang memerlukan banyak kader, ingat!!! Dakwah tidak memerlukan antum tapi… antumlah yang memerlukan dakwah, kita semua memrlukan dakwah) Ukhti…rajinnya shalat malammu tidak menjamin keistiqomahan seperti rosulullah sebagai panutanmu, Ukhti…ramahnya sikapmu tidak menjamin seramah) sikapmu terhadap sang kholikmu, masihkah antum senang bermanjaan dengan tuhanmu dengan shalat duhamu, shalat malamu? Ukhti…dirimu bagaikan kuntum bunga) yang mulai merekah dan mewangi, akankah nama harummu di sia-siakan begitu saja dan atau sanggupkah antum ketika sang mujahid akan segara menghampirimu) Ukhti…masih ingatkah antum terhadap pepatah yang masih teringiang sampai saat ini bahwa akhwat yang baik hanya untuk ikhwan yang baik, jadi siap-siaplah sang syuhada akan menjemputmu di pelaminan hijaumu Ukhti…Baik buruk parasmu bukanlah satu-satunya jaminan akan sukses masuk dalam surga rabbmu.maka, tidak usah berbangga diri dengan parasmu yang molek, tapi berbanggalah ketika iman dan taqwamu sudah betul-betul terasa dan terbukti dalam hidup sehari-harimu) Ukhti…muhasabah yang antum lakukan masihkah terlihat rutin dengan menghitung-hitung kejelekan dan kebusukan kelakuan antum yang di lakukan siang hari, atau bahkan kata muhasabah itu sudah tidak terlintas lagi dalam hatimu, sungguh lupa dan sirna tidak ingat sedikitpun apa yang harus di lakukan sebelum tidur, antum tidur mendengkur begitu saja dan tidak pernah kenal apa itu muhasabah sampai kapan akhalk busuk mu di lupakan, kenapa muhasabah tidak di jadikan sebagai moment untuk perbaikan diri bukankah akhwat yang hanya akan mendapatkan ikhwah yang baik Ukhti…pernahkah antum bercita-cita ingin) mendapatkan suami ikhwan yang ideal, wajah yang manis, badan yang kekar, dengan langkah tegap dan pasti, bukankah apa yang antum pikirkan sama dengan yang ikhwan pikirkan yaitu inging mencari istri yang solehah dan seorang mujahidah, kenapa tidak dari sekarang antum mempersiapkan diri menjadi seorangan mujahidah yang solehah Ukhti…apakah kebiasaan buruk wanita lain masih ada dan) hinggap dalam diri antum,seperti bersikap pemalas dan tak punya tujuan atau lama-lama nonton tv yang tidak karuan dan hanya kan mengeraskan hati sampai lupa waktu, lupa Bantu o0rang tua, kapan akan menjadi anak yang biruwalidain, kalau memang itu terjadi jadi sampai kapan, mulai kapan antum akan mendapat gelar mujahidah atau akhwat solehah, Ukhti…apakah pandanganmu sudah) terpelihara, atau pura-pura nunduk ketika melihat seorang ikhwan dan terlepas dari itu matamu kembali jelalatan layaknya mata harimau mencari mangsa, atau tundukan pandangannmu hanya menjadi alasa n belaka karena merasa berkerudung besar la Ukhti… hatimu di jendela dunia, dirimu menjadi pusat perhatian) semua orang, sanggupkah antum menjaga izzah yang antum punya, atau sebaliknya antum bersikap acuh tak acuh terhadap penilaian orang lain dan hal itu akan merusak citra akhwat yang laing, kadang orang lain akan mempunyai persepsi di sama ratakan antara akhwat yang sautu dengan akhwat yang lain, jadi kalo antum sendiri membuat kebobrokan akhlak maka akan merusak citra akhwat yang lain Ukhti…dirimu menjadi dambaan semua orang, karena yakinlah preman) sekalipun, bahkan brandal sekalipun tidak menginginkan istri yang akhlaknya bobrok tapi semua orang menginginkan itri yang solehah, siapkah antum sekarang menjadi istri solehah yang selalu di damba-dambakan oleh semua orangSelesai membaca, tak terasa murobbiyah dan mutarobbiyah pun mengeluarkan butiran-butiran halus dari matanya, mereka menangis, meratapi dan muhasabah bersama dalam liqo’atnya

Assalaamu'alaykum Tidaklah Sama denga "Ass"

Diriwayatkan dari Ibnu Jabir dengan sanad dari Salman Al Farisi:"Seorang lelaki datang kepada Nabi Salallahu'alaihi wasallam dan mengatakan, 'Assalaamu'alaika ya Rasulullah.'(Semoga keselamatan bagimu wahai Rasulullah). Beliau menjawab, ''Alaikassalam warahmatullah.' (semoga keselamatan dan rahmat Allah atasmu pula). Kemudian ada seorang lelaki lain yang datang kepada Rasulullah Salallahu'alaihi Wassalam dan mengatakan, 'Assalaamu'alaika ya Rasulullah warahmatullah.'(Semoga keselamatan dan rahmat Allah dilimpahkan kepadamu wahai Rasulullah). Rasulullah menjawabnya,'Alaikasalam warahmatullah wabarakatuh.'(semoga keselamatan, rahmat, dan barakah Allah dilimpahkan kepadamu). Kemudian lelaki lain datang dan mengatakan, 'Assalaamu'alaika ya Rasulullah warahmatullah wabarakatuh.' (semoga keselamatan bagimu wahai Rasulullah, begitu pula rahmat Allah dan barakahNya). Beliau menjawab, 'Wa'alaika.' (Demikian juga untukmu). Seorang lelaki berkata kepada beliau, 'Wahai Nabi Allah, demi ayah engkau, dan ibuku, telah datang kepadamu Fulan dan Fulan lantas mengucapkan salam kepadamu, maka engkau membalasnya lebih banyak dari balasanmu kepadaku,' Kata beliau. "sesungguhnya engkau tidak meninggalkan sesuatu pun terhadapku. Allah subhanahu wata'ala berfirman: 'Apabila kalian dihormati dengan sebuah penghormatan maka jawablah dengan penghormatan yang lebih baik, atau yang sepertinya,' maka ayat ini kami ketengahkan lagi kepadamu."" (Menjadi Muslim Kaffah, Dr. Ahmad Umar Hasyim)---
Dulunya saya gak memikirkan singkatan-singkatan apa yang saya pakai dalam "bahasa komunikasi instant" saya (istilah bikinan sendiri). Termasuk juga kata Ass, Aww, Assww, Aslmlkm, dan sebagainya sering saya gunakan. Barulah seorang teman menegur saya. Waktu itu, jujur sebagai mahasiswa bahasa inggris, malu juga rasanya. ---Memang apa itu Ass?---Kadang ketika mengetik bahasa-bahasa instant itu...kita (mungkin termasuk saya) sering berpikir, ah...yang penting si penerima ngerti lah maksudnya. Susah amat nyoal bahasa. Atau sekedar karena alasan malas mengetik...mengirit pulsa...dan lain-lain. Banyak lah alasannya. Tapi semenjak mengetahui arti "Ass" yang awalnya saya artikan Assalaamu'alaikum itu...sungguh saya tidak mau lagi menggunakan alasan-alasan di atas.Waktu itu teman saya berkata, "Apa arti Ass? Itu kan Bahasa Inggris? Artinya pantat! Bukan Assalaamu'alaikum. coba buka di kamus."Di rumah, saya buka 'pocket dictionary' saya...jelas saja tidak ada di sana. hehe...kata itu tidak ada dalam kamus cacah gori itu. barulah saya meyakini kata-kata teman saya ketika dalam sebuah film...terdapat adegan makhluk aneh yang masuk ke dalam (afwan) pantat si tokoh. Segera tokoh itu dilarikan ke ruang gawat darurat. Teriaknya, "DON'T TOUCH MY ASS!!"Masih seperti itu saja usaha saya, sampai saya meyakini arti Ass yang tidak sopan. Sejak itu saya tidak mau lagi memakainya. Pokoke selain Ass lah...klo bisa yang rada lengkap...Sampai akhirnya, saya pernah menyampaikan hal itu kepada teman saya. Ketika saya katakan arti Ass yang buruk itu, katanya "yang bener? ah ...ngarang...mana ada kata Bahasa Inggris seperti itu?" Barulah saya benar-benar membuka Kamus Oxford Gedhe (advanced!)-nya AS Hornby saya, demi meyakinkan teman itu. Wow...lebih banyak arti tentunya :)ass (1)/n 1.(also a donkey) an animal with long ears related to the horse. --->keledai. 2.a stupid person; a fool ----> orang yang bodoh.ass (2)/n (US) = ARSEarti arse:arse (US ass/n) 1.a) the part of the body one sits on; the bottom (bagian tubuh yang diduduki; pantat). b) the ANUSTeman saya masih berkomentar..."ah masak sih? kok jelek semua? coba cari yang lain yang bagus? .... Terus pake apa?""Salam saja kan singkat klo memang malas nulis.""Ah nanti balasnya juga 'cuman' salam dong? salam...salam..."Alhamdulillah, saya kemudian menemukan jawaban itu...:)Surah Yaasiin ayat (58): "(Kepada mereka dikatakan), 'Salam', sebagai Ucapan Selamat dari Tuhan Yang Maha Penyayang."
Yuk saling mendoakan dengan kata-kata yang lebih bagus aja ya....:)

Soal Nama SH Yani

Bukan bermaksud menyaingi NH Dini J, ini usul seorang teman saja. Katanya, mbok sekarang buat nama pena dulu buat nyicil (hehe…). Usulnya, esha yani saja. Wew…takut orang salah persepsi terhadap kata ‘esha’…akhirnya terpilihlah SH Yani biar jelas. Lagipula termasuk juga untuk mengembalikan panggilan Yani karena lebih banyak yang memanggil Handa (dan sering ditanya, kok seperti merk motor?).

Bagaimana kau memanggilku?

Sejak pertama kali punya nama, aku dipanggil ‘Yani’ oleh orang tua dan keluarga. Setelah masuk sekolah, ibu dan bapak guru suka memanggil ‘handayani’. Teman-teman ikut dan aku menerima saja. Bahkan, beberapa teman rajin sekali memanggil ‘sri handayani’. J
Kelas 6 SD, seorang teman yang punya ibu dengan nama yang sama dengan namaku, memanggil aku Hani. Weh…berawal dari spontanitas saja. Karena ibunya dipanggil heni dan aku dipanggil yani, jadilah dia memanggilku Hani. Ih, banyak yang maksa memang. Tapi temanku yang ngeyel ini akhirnya menyebarkan virus ‘hani’ terhadap teman-teman smp. Tercatatlah tiga orang pernah memanggilku dengan nama itu. Dan mereka adalah…Friska, Lia, Agus…gara2 yang terakhir…timbullah fitnah dari seorang Candra. Katanya, “hah…hani??hani??” (apa maksudnya coba?)
Setelah ketiga orang itu, terputuslah sejarah panggilan hani. Tapi, kemudian, tidak tahu bagaimana ujungnya, munculnya tiga orang baru yang kebingungan antara panggilan handa dan yani…dan keluarlah panggilan itu lagi. Tercatatlah kembali tiga orang yang sempat mengabadikan nama itu. Merekalah Mas Sahal, Pekik, dan Rif’an…
Pada umumnya, teman-teman SMP suka memanggil SRI gara-gara waktu MOS aku begitu lugunya bilang, “terserah aja mau panggil apa,” Ini panggilan kadang masih sering muncul ketika bertemu guru seni musik SMP atau teman-teman smk yang lagi rada kumat…begitu, Jeng Sri…hehehe…
Ketika di SMK, sebenarnya aku menyepakati mengembalikan namaku sebagai Yani. Waktu MOS, dengan berkalung papan bergambar pisang yang sempat aku pajang di kamar berbulan-bulan bahkan hampir satu tahun…beserta ornamen serba kuning…dan topi bola (xixixi…), terpampang di sana nama YANI.
Tapi karena keusilan seorang Phepi…hilanglah semua usaha itu. Katanya, “Nday…Handay…” Awalnya sewot sekali. That’s not my name, hah!! Lagian aneh!
Tapi apa arti teriakan seorang ‘yani’ dengan berondongan anak-anak sekelas? Semakin banyak yang memanggil ‘handa’ tanpa huruf Y. Payahnya, teman-teman lain kelas yang tidak tau namaku, ketika mendengar mereka memanggilku dengan nama itu…langsung mengira itulah namaku. Lama-lama capek jelasin, “kalau di rumah dipanggil yani. Handa itu panggilan teman-teman saja.” Weslah…kuterima saja.
Sampai di kampus…sudah kuperkenalkan namaku handa…sebagian memanggil yani. Ketika aku bilang yani…teman yang sudah kenal lama memanggil handa. Hehe…lucu juga…
Pemotongan panggilan: kalau orang memotong namaku dengan Han…kesannya memorable…seperti kembali bertemu teman-teman kecil di SD (sekolah dasar gitu…). Kalau Nda…kesannya kembali ke SMK…kalau yan…sepertinya umum-umum saja. Hehe…
Ada lagi satu panggilan yang pasti bakal diprotes banyak orang…hehee…rahasia saja lah! Yang pasti apa pun panggilan yang kau berikan untukku, berikanlah dengan penuh penghargaan…semoga Allah memberikan cinta sebagaimana kau mengucapkan nama itu dengan penuh cinta. Amiiin…
Kalau ditanya apalah arti sebuah nama, tanyakan…apa arti orang tak bernama?
Nama adalah penghargaan terindah dari sang pemberi nama
Nama adalah sarana kasih sayang
Nama adalah sapaan keakraban…
Lalu apalah arti sebuah nama? Bersyukurlah karena setiap orang punya nama. Bahkan setiap pohon dan benda diberi nama. Bahkan Allah punya banyak sekali nama.

Note: kalau ke rumah jangan pernah cari handa. Tidak akan tau….(buat yang butuh saja).
-The End-

Bergeraklah Tulang-tulang Perkasa!!

”Bukankah Kami telah melapangkan untukmu dadamu? Dan Kami telah menghilangkan darimu beban yang memberatkan punggungmu? Dan Kami tinggikan bagimu sebutan (nama)mu. Karena sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan, sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan. Maka apabila kamu telah selesai (dari sesuatu urusan), kerjakanlah dengan sungguh-sungguh (urusan) yang lain, dan hanya kepada Tuhanmulah hendaknya kamu berharap.” (QS. Al Insyirah [94]:1-8)

Suatu hari dalam masa kanak-kanak Rasulullah di bawah asuhan Halimah as-Sa’diyah, beliau bermain di tengah gurun bersama saudari sepersusuannya, Syaima binti Halimah as-Sa’diyah dan beberapa sahabat lain. Tiba-tiba datanglah dua malaikat memegang Rasulullah dan membaringkannya di atas pasir, membelah dadanya dan mengeluarkan hatinya kemudian dicucinya dengan air yang ada di dalam bejana. Setelah itu, kedua malaikat tadi mengembalikan hati beliau kepada bentuknya yang semula. Rasulullah kembali bermain seperti sedia kala (Muhammad Ash-Shayim.2006. Ayat-ayat Penyejuk Qalbu.Semarang:Nuun). Subhanallah...

Seandainya hati ini bisa dicuci kapan pun kita mau, seandainya hati ini bisa ’mencuci sendiri’, tentu bersih saja yang terasa dalam diri. Tenang, tidak ada lika-liku kehidupan berarti atau orang biasa bilang...hidupnya datar-datar saja.

Yah, mungkin beruntung orang yang bisa seperti itu. Tapi lebih beruntung kurasa orang yang bisa merasakan fluktuasi itu. Kadang di atas, kadang di bawah, kadang bahagia, kadang berduka...permainan emosi dalam hati yang indah dan akan menjadi lebih indah ketika orang itu dapat begitu dewasa menyikapinya.

Yah, semua orang punya masalahnya masing-masing. Yang pasti tak lah kemudian kita larut hingga terlarut-larutnya di dalam permasalahan tersebut. Kata Mas Salim hari itu, ”Kayanya Handa ni ndak lagi ada masalah lho, masalahe kamu tuh bercanda terus. Padahal aku dah serius nih kaya konsultan.” hehe...

Baiklah, belum lagi Handa ini berdiri sendiri, belum lagi Handa ini ’menjadi orang’ yang pasti nantinya semakin banyak masalah akan dialami. Jadi, dibawa santai saja dululah...life must go on...a lot of people beside you, right?

Pagi itu, ba’da khalwatku, aku putuskan berjalan-jalan sajalah dengan tanpa alas kaki (sandal/sepatu) menapaki jalan aspal dekat rumah. Jalan terus…suasana masih sepi sekali. Masih ada sedikit bintang lah ya...Orang-orang belum keluar dari ’sarangnya’. Aku berjalan, balik, jalan lagi, balik lagi, lari kecil, jalan lagi...

Sambil mengingat masa kecil dulu di jalan itu juga.

Dulu, pernah Handa dan saudari bermain-main, berebut balon (haha...). Kata ’adik’ yang umurnya lebih tua dari Handa, ”Ayo tangkap aku dulu baru boleh balonnya buat main kamu. Tak kasih wes...”

Kita berkejaran sampai ke jalan yang jauuuh..yang Handa sendiri belum pernah lewat rasanya –waktu itu-. Jauh sekali...capek sekali...tak dapat apa-apa. Pulang aku masih belum bisa mengambil balon dari ’kakak’/’adik’ yang umurnya sekitar empat tahun di atas Handa itu.

Marahlah aku! Dia pergi tak tahu ke mana,,, dan aku ditinggalnya sendiri bermain-main...aku bermain sendiri di pinggir jalan. Mengorek-ngorek lubang pagar tinggi besar. Tiba-tiba ada truk besar lewat aku jadi takut mengingat kakak keduaku juga takut pada truk. Aku menangis di pinggir jalan itu sampai ada orang menolong.

Dimandikan aku di rumah orang itu, diberi baju anaknya (yang laki-laki), disuruh makan, disuruh bermain dengan anak-anaknya itu.

Tak tahunya, Simbah di rumah sudah menangis mencariku. Saat sudah ketemu,,,yah...begitulah petualangan hari itu J

Aku suka senyum-senyum sendiri mengingat masa-masa kecil itu. Yah..bisa jadi penghibur lah sambil berjalan begini. Ya! kembali ke perjalanan pagi ’utuk-utuk’ itu lho ya...

Ah, lama tidak menyambangi sawah, aku pergi saja ke sana. Aku turun lereng dekat rumahku (ah, beruntungnya hidup ndeso...). Hari masih gelap dan sawah masih belum didatangi orang selain aku. Aku naik ke atas gubuk, duduk sendiri... melihat air, sawah, kolam ikan, ...ah..yah...apapun itulah. Mendengar suara risik daun, air, kecipak ikan, ringkik hewan yang banyak sekali sahut menyahut, tapi entah hewan apa itu namanya. Aku duduk lama di sana. Mau menunggu matahari nongol di balik pohon-pohon tinggi di sebelah timur sana.

Ada seorang nenek yang...yah J. ”Lhoh...kok wis mruput, Nak.” katanya.
Aku hanya tersenyum, ”Nggih Mbah.” Tapi simbah itu tampaknya sedang cukup sibuk. Dia langsung pergi ke sawahnya dan aku pun kembali lagi ke pekerjaan awalku.

Ah lama sekali matahari muncul pagi ini. Padahal aku sudah tak tahan menyapanya. Lama sekali. ”Nda lagi di sawah ni :D mo nantangin matahari keluarnya lama sekali.”

Aku masih lama menunggu. Menunggu. Menunggu...si matahari tak nongol-nongol juga. Justru aku yang terkantuk-kantuk lagi. Baru saja mau melek, kaget aku ada laki-laki membawa pakan ikan berjalan di depanku. Dia sempat menyapaku sepertinya. Tapi tak kenal aku siapa dia. Simbahnya sudah pergi, si laki-laki itu malah memberi makan ikan di kolam depan gubuk. Matahari hari ini lamban sekali! Aku pulang....!!

Yah, cerita ndak penting sekali sih.

Bukankah Kami telah melapangkan untukmu dadamu?
Hati ini lapang untuk belajar tentang keikhlasan. Makna mencintai keluarga dan teman-teman...Ketika sudah bermaksud baik, yah...biarlah Allah saja yang menilai lah ya...biarlah Allah yang menjadi penyalur rasa hati ini tentang cinta terhadap mereka yang ada di sekitar Handa...rasakanlah dentuman detak ini untuk kalian...:) Pagi ini ingin kusambut mereka dengan bahagia, dengan penuh semangat dan senyum baru...

Dan Kami telah menghilangkan darimu beban yang memberatkan punggungmu?
Terimakasih atas perasaan ringan ini ya Allah. Segala beban tidak mungkin melebihi kemampuan kita. Justru, kata seseorang, harusnya kita bangga dapat cobaan yang besar ini karena artinya Allah mempercayakan kita bahwa kita pasti mampu. Allah sudah menjamin itu kan? Ringankan beban itu dan nikmati hari ini dengan bahagia ya...

Dan Kami tinggikan bagimu sebutan (nama)mu.
Nabi Muhammad ditinggikan namanya dengan menjadi rasul. Maka Allah meninggikan namamu dengan memberi kamu kehormatan, rasa malu, rasa bangga terhadap dirimu, rasa nrima, rasa terus berusaha yang menjadikan kamu tidak mau menjadi budak atau terus saja digerogoti ketidakmampuan. Dengan itu kamu punya kehormatan dan tinggilah namamu, minimal di mata kamu sendiri, Nda!

Karena sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan, sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan.
Yakinilah itu. Jangan sedih, jangan putus asa, jangan khawatir, masa depan ada di depan sana, masa lalu sudah berlalu, masa ini yang harus dipikirkan. Bergerak sekarang itu yang paling penting. Tidak ada kemudahan tanpa usaha.

Maka apabila kamu telah selesai (dari sesuatu urusan), kerjakanlah dengan sungguh-sungguh (urusan) yang lain, dan hanya kepada Tuhanmulah hendaknya kamu berharap.
Yah, yang sudah ya sudah. Sekarang pikirkan ke depan kamu harus membuat kerja baru yang lebih besar. Muslimah prestatip!!, kata Kak Adlan ... “Ayo Dek...” kata ukhti Autorunning (hehehe....subhanallah...)

Semangat semangat!! Bangun lagilah...jangan tidur melulu...
Robbi, cucilah hati ini dari segala keluh kesah yang memberatkanku. Ringankan beban ini dengan kuasamu. Kaulah yang lebih tau yang terbaik untukku. I’m trust of You,..
--
Untuk keluargaku di rumah, teman-teman di kampus, di dunia maya, di dunia nyata, yang jauh di sana, yang dekat di sini...kita hanya bisa saling mendukung dan Allah yang menyertai kita di dalam kumpulan ini. Amin.

Kerja Tanpa 2J: Jilbab dan Jenggot

Seingatku, baru sekali aku ketiduran sambil duduk di depan meja belajar. Ketika setengah terbangun, ternyata ibuku sudah duduk di atas tempat tidur.

“Yan, tadi ibu ditawari katanya ada kerjaan di XX. Tapi kalau orangnya pake jilbab kaya kamu mungkin nggak diterima. Apa di tempat Mbak X aja. Tapi di sana juga nggak terima orang pake jilbab kaya kamu.”

Uuuh…aku nggak tahu harus bilang apa. “Maaf …” batinku. Aku diam dan pura-pura tertidur lagi, masih di kursi. Akhirnya ibu keluar kamar. Ya Allah maafkan aku…


Aku tidak pernah menyangsikan bahwa kesuksesan itu dicapai dengan merambat sedikit demi sedikit. Aku juga tidak berpikir bahwa untuk bias mencapai kesuksesan itu, aku harus menjadi seorang sarjana terlebih dahulu. Banyak orang sukses tanpa gelar. Ya, aku tahu dan aku sangat percaya itu.

Tapi aku toh ingin kuliah dulu. Ibaratnya, ingin menjadi cangkir cantik yang harus ditempa dengan proses, yang panjang, rumit, berat, dan kadang ‘menyakitkan dulu. To be more moture. Mungkin karena pengaruh ego yang gede juga…atau idealisme (mumpung idealisme masih kuatJ).

Aku merasa terhina jika harus bekerja dengan membuka jilbab sebagai persyaratannya. Mungkin, seperti barang pajangan rasanya, atau seperti muncul perasaan bahwa otak dengan segala ilmu di dalamnya ini tidak lagi berguna, hanya digantikan dengan tampilan fisik belaka. Apa bedanya berjilbab dengan tidak bagi sebuah pekerjaan, kecuali sesuatu yang bersifat fisik? Maksudku, apakah dengan tidak berjilbab kemudian kemampuan seseorang akan bertambah tinggi?


Membaca cerita paska lulus kuliah milik seseorang di milis yang berjuang keras mempertahankan jenggotnya, saya tercengang. Ternyata laki-laki juga mengalami hal yang sama, saya piker hanya wanita saja yang mengalaminya.

Ya, salah kaprah namanya. Seharusnya, bukan muslim yang harus memaklumi aturan mereka (employer). Namun mereka yang mempekerjakan muslim harusnya lebih memahami kita. Bukankah kita hidup di negara berpenduduk mayoritas muslim? Kenapa kita harus ‘tertindas’ di area kita sendiri?


Ya, diskriminasi masih terus terjadi dalam dunia bisnis. Kadang kesuksesan berbisnis (baca: minimal mendapatkan pekerjaan) dicapai dengan sesuatu yang tidak semestinya. Pemilik uang, orang-orang yang mau melepaskan ideologinya, yang mempunyai jenjang pendidikan yang tinggi, masih memenangkan persaingan tersebut. Kadang kemampuan seakan tertutup di balik kenyataan itu. Bukan tidak mungkin bahwa ketidakprofesionalan dimulai dari sini.

Nikmat Waktu Luang atau Kesibukan?

"Dua kenikmatan yang kebanyakan manusia tertipu di dalamnya adalah kesehatan dan waktu luang." (H.R. Bukhari)

Tiga sifat waktu (Budi Hartono;2006):
a) yang cepat berlalu
b) yang berlalu tidak akan kembali dan tidak dapat diganti
c) yang paling berharga bagi manusia

Bercerita tentang waktu dan waktu luang, suatu saat aku berdebat seru dengan seorang teman yang sekaligus ketua kelas, tentang perpindahan jadwal kuliah.
Hari: "Udah kita ganti hari RAbu aja biar bisa ke kampus."
Yani: Jangan Hari, Rabu kan libur. Udah gak usah diganti-ganti lagi. Itu jadwal yang paling bagus, apalagi dibanding kemarin. Sekarang kan kita jadi lebih bisa terpusat, mana yang harus kuliah, mana yang harus kegiatan di luar...
Hari: wah...enak yang kemarin. kosongnya cuman satu ato dua jam aja. kalau seharian gini aku bingung mo ngapain, gak ada kegiatan.
Yani: Iya, tapi kalo kosong kaya kemarin itu jadi tanggung klo kegiatannya jauh. jadi g bisa ikut. lagian sekarang kan klo ada tugas kita bisa ngerjain seharian, gak perlu nyari jam-jam kosong.
HAri: Iya, tapi kan aku gmn dong? aku klo di rumah paling tidur, ntar malah disuruh bantuin Bapakku.
Yani: Ya bagus itu. Berarti kesalahan bukan terjadi pada jadwal Anda. tapi pada diri Anda sendiri. nah klo jadwalnya kaya gini kan kamu bisa belajar cari kegiatan plus berbakti sama ortu. hehe...
Kata Dr. Marden (sapa sih ni?) begini:
"Setiap orang yang sukses, ia memiliki alat jaring meraih serpihan dan potongan-potongan waktu. Yang kami maksud adalah sisa-sisa hari atau bagian-bagian waktu terkecil yang sering oleh kebanyakan orang dihabiskan untuk menyia-nyiakan hidupnya."
Masih inget, awal-awal jadi mahasiswa :) dulu, yang katanya "Kalo udah jadi mahasiswa tuh bakalan sibuk." Aku justru merasa sebaliknya. Belum punya kesibukan, belum punya basecamp buat bersinggah. yang ada cuman ke perpus ato tempat2 umum yah...yang itu-itu aja. bahkan, buat ke kantin aja gak ada temennya. alhasil ni perut sering gak keisi dan melilit-lilit...sering kecape'an (Gdubrakkk) Uuuh padahal waktu itu...waktu sangatlah luang!
Mungkin benar, kita takkan pernah tahu apa yang telah kita dapatkan sampai kita kehilangan. Dalam keadaan seperti itu benar-benar terasa yang namanya "nikmat kesibukan", di mana kita bisa memaksimalkan diri.
Masih inget gimana rasanya mengejar deadline...dikejar-kejar kapodi sekretaris "Gimana? Handa, udah selesai?"
Atau ketika di forum dijadwalkan ada Pak Joni, sudah janjian dengan teman mo datang...ternyata teman-teman menuntut untuk menunggu mereka di lab. "Pokoknya Handa yang tanggung jawab. Ini pada dibantu ngedit PPTnya. Nanti dikunci. Kuncinya dibawa. Trus flashdisknya juga. Besok jangan lupa dikasihkan saya pagi-pagi sekali." Lagi-lagi Bu Kaprodi..Padahal, teman sudah menunggu. Akhirnya, waktu terlewat, hujan-hujan datang ke Balairung...dan semua sudah pulang..hiks...T_T
Di saat-saat seperti itulah, ketika kembali ke rumah, merebahkan diri di pembaringan, benar-benar terasa bahwa tidur, dengan melepas segala kepenatan fisik, tenaga, dan pikiran...benar-benar anugerah yang luar biasa! Sambil menunggu mata terlelap, mengingat-ingat hal-hal berharga yang sudah kita lalui seharian ....
Mungkin suatu saat kita berkata,”Uuuuh capek sekolah/kuliah! Aku pengin deh libur sehariiiii…aja buat ngerefresh kepalaku. Aku pengin deh sehari aja nggak mikir duduk dengerin dosen, tugas, organisasi…pokoknya istirahat, tidur, jalan-jalan atau apalah!” (Ups…dihayati, pengalaman nih)
Dalam keadaan seperti itu pula, bertemu seorang teman menjadi sangat menyenangkan. Mengunjungi tempat lama yang tidak didatangi adalah anugerah…yah…whatever is it…nikmatilah!!
Ketika mengingat kita pernah mengeluh, mungkin saat itulah kita tersenyum.(Handayani)
“Genggamlah hari lalu sebagai saksi yang adil
Keberadaanmu hari ini akan menjadi bukti
Kalau kemarin, kau telah berbuat kejelekan
Gandakan kebaikan hari ini, maka kau akan terpuji
Jangan menunda kebaikan hari ini hingga esok
Boleh jadi hari esok datang kau telah pergi
Hari-harimu bila dipergunakan
Kan mendatangkan kebaikan
Hari yang berlalu tak berlalu tak akan pernah
Kembali lagi….
(Yusuf Qardhawi)

Mencintai

“Kita ini hanya sedang menunggu giliran. Palestina, Lebanon, Afghanistan, dan Negara-negara Islam lain sudah ‘mereka’ ‘makan’. Suatu saat kita juga. Hanya ‘mereka’ belum punya alas an yang tepat dibuat-buat untuk itu.” Kata seorang teman.

Sekarang kita bisa sekuat ini memegang apa yang kita yakini. Tapi apakah nanti, ketika bukan tidak mungkin keluarga kita dijadikan sandera, atau kita disiksa secara tidak manusiawi, kita masih bisa begini? Seperti pejuang-pejuang di negeri seberang sana? Atau kita justru menjadi pecundang yang berbelot arah…ketika kita melihat dengan mata kepala kita sendiri, tidak lagi di TV atau video…masihkah kita akan seperti sekarang ini?

Aku ingin mencintai dengan segenap cinta yang pantas kuberikan untuk mereka yang mencintaiku.

Ya Allah, jikalau Engkau menganugerahkan cinta kepadaku, jangan Kau melebihkan cinta itu daripada-Mu. Sehingga aku tidak akan takut bila ia/itu (cinta itu) menghilang dariku.

Ya Allah berikanlah cinta dan kasih sayaing kepada kedua orang tuaku, saudara-saudaraku sekandung dan seiman, dengan cinta dari-Mu. Sehingga aku tidak takut bahwa cintaku tidak cukup kuberikan kepada mereka. Karena mereka ada dalam penjagaan/perlindungan-Mu.

Hujan

Karena hujan itu kelembutan, kesegaran, dan keindahan, maka ia sangat mencintainya. Setiap hujan datang ia duduk di beranda rumah, menatap keserempakan hujan, bercakap-cakap dengan hujan, dan menikmati hujan yang menari-nari. Perlahan ia sendiri kemudian menari dengan diiringi musik hujan. Lama. Tubuhnya basah kuyup, bukan oleh hujan, tapi oleh keringat. Hujan lalu menjelma dan memancar dari dalam dirinya. Demikian cerpen “Hujan” Sutardzi Calzoum Bachri yang bercerita tentang Ayesha, gadis 16 tahun, yang demikian mencintai hujan.

Hujan adalah inspirasi. Karena itulah banyak karya seni: puisi dan cerita, lagu, musik, rupa, film, dan juga teater, yang menggali, mengambil, dan mengolah tema hujan. Mungkin karena hujan berarti kesuburan, yang menyegarkan bumi yang kering kerontang. Dan sebelumnya, ia menghapus mendung, yang bermakna kelam dan pesimistik.

Tapi bagi penyair Sapardi Joko Damono, hujan adalah sebuah interupsi terhadap rutinitas. Hujan membukakan ruang untuk jeda dan merenung sejenak. Keinginan untuk bersegera dan terburu-buru tiba-tiba dihentikan oleh hujan. Suasana yang panas membakar, termasuk dalam hati dan pikiran, tiba-tiba dibasuh oleh hujan.

hujan turun sepanjang jalan
hujan rinai waktu musik berdesik-desik pelan
kembali bernama sunyi
kita pandang: pohon-pohon di luar basah kembali

tak ada yang menolaknya. Kita pun mengerti, tiba-tiba
atas pesan yang rahasia
tatkala angin basah tak ada bermuat debu
tatkala tak ada yang merasa diburu-buru
(“Hujan Turun sepanjang Jalan”)

Dalam suasana hujan, kadang sepasang kekasih seperti diberi waktu dan ruang hanya untuk berdua, rapat berdempetan, berpegangan tangan, dan bercerita tentang masa lalu. Dalam suasana hujan juga, sebuah keluarga atau sekumpulan kawan duduk bersama, menikmati kopi dan hangat kudapan, membincangkan hal yang remeh-temeh dan tidak penting.

Ternyata hal yang remeh temeh dan tidak penting itulah yang membuat kebersaman menyala kembali, dan hujanlah yang menawarkannya kesempatan untuk diketengahkan lagi. Ajaib betul hujan, yang menyelinap dalam waktu kita yang padat. Yang membuat “kita” menjadi sungguh kita dalam kebersamaan, dengan batin yang bersih dan hening.

Dalam arti membawakan kesuburan sekaligus kebersamaan itulah maka hujan begitu dinantikan. Ketibaannya yang telat membuat orang gelisah, takut, dan merasa bersalah. Lalu, sebuah ritual memohon hujan pun digelar. Inilah yang kita ingat dari kebiasaan kalangan masyarakat dulu –misal di Madura dengan ojung atau ojungan di Cilacap— yang masih dekat dan terikat dengan alam. Di festival minta hujan itu, orang-orang berkumpul, memanjatkan doa, melakonkan permainan, dan membagi-bagikan makanan. Hujan disambut dengan meriah seperti menyambut seorang tersayang yang telah lama menghilang. Ketiadaan hujan, seperti menandai kelemahan dan ketidakberdayaan manusia, dan kehadiran hujan dianggap sebagai anugerah-Nya.

Tapi hujan tak selalu diharap dengan hati terbuka, karena ia juga tak melulu memberikan kenangan yang indah saja. Hujan, bagi banyak orang, juga bisa bermakna kepedihan dan kesedihan. Jadi metafora bagi air mata, dilawankan dengan sinar matahari yang menjadi perlambang kecerahan dan kebahagian, seperti dalam lagu “Rain and Tears” yang pernah didendangkan oleh Aphrodites Child (juga Dennis Roussos dan Papa Winnie):
Rain and tears are the same…
Both i shun
For in my heart there ‘ll never be a sun
Kadang hujan membangkitkan lagi kenangan yang pahit, dalam kesendirian dan kesepian, seperti yang digemakan Alanis Morisette. Dalam lagunya “Rain”, suara kekasihnya yang pergi menjelma jadi rintik hujan yang menyayat:

That night is just a memory
But I still feel you standing next to me
And when I think I hear you voice all I hear is the rain...

Karena itu bisa dimengerti jika banyak orang juga takut hujan. Apalagi jika ia membawakan banjir (dan longsor), seperti yang dengan tragik menimpa Jakarta, kota yang gagah dan megah itu.

Tapi, omong-omong mengapa orang takut hujan? Jawabnya, karena ia datang keroyokan. Lha tentu, kalau yang datang satu persatu, itu bukan(i’ve cut something_red). Di sini, hujan jadi lelucon!
HAIRUS SALIM HS

Hujan

Karena hujan itu kelembutan, kesegaran, dan keindahan, maka ia sangat mencintainya. Setiap hujan datang ia duduk di beranda rumah, menatap keserempakan hujan, bercakap-cakap dengan hujan, dan menikmati hujan yang menari-nari. Perlahan ia sendiri kemudian menari dengan diiringi musik hujan. Lama. Tubuhnya basah kuyup, bukan oleh hujan, tapi oleh keringat. Hujan lalu menjelma dan memancar dari dalam dirinya. Demikian cerpen “Hujan” Sutardzi Calzoum Bachri yang bercerita tentang Ayesha, gadis 16 tahun, yang demikian mencintai hujan.

Hujan adalah inspirasi. Karena itulah banyak karya seni: puisi dan cerita, lagu, musik, rupa, film, dan juga teater, yang menggali, mengambil, dan mengolah tema hujan. Mungkin karena hujan berarti kesuburan, yang menyegarkan bumi yang kering kerontang. Dan sebelumnya, ia menghapus mendung, yang bermakna kelam dan pesimistik.

Tapi bagi penyair Sapardi Joko Damono, hujan adalah sebuah interupsi terhadap rutinitas. Hujan membukakan ruang untuk jeda dan merenung sejenak. Keinginan untuk bersegera dan terburu-buru tiba-tiba dihentikan oleh hujan. Suasana yang panas membakar, termasuk dalam hati dan pikiran, tiba-tiba dibasuh oleh hujan.

hujan turun sepanjang jalan
hujan rinai waktu musik berdesik-desik pelan
kembali bernama sunyi
kita pandang: pohon-pohon di luar basah kembali

tak ada yang menolaknya. Kita pun mengerti, tiba-tiba
atas pesan yang rahasia
tatkala angin basah tak ada bermuat debu
tatkala tak ada yang merasa diburu-buru
(“Hujan Turun sepanjang Jalan”)

Dalam suasana hujan, kadang sepasang kekasih seperti diberi waktu dan ruang hanya untuk berdua, rapat berdempetan, berpegangan tangan, dan bercerita tentang masa lalu. Dalam suasana hujan juga, sebuah keluarga atau sekumpulan kawan duduk bersama, menikmati kopi dan hangat kudapan, membincangkan hal yang remeh-temeh dan tidak penting.

Ternyata hal yang remeh temeh dan tidak penting itulah yang membuat kebersaman menyala kembali, dan hujanlah yang menawarkannya kesempatan untuk diketengahkan lagi. Ajaib betul hujan, yang menyelinap dalam waktu kita yang padat. Yang membuat “kita” menjadi sungguh kita dalam kebersamaan, dengan batin yang bersih dan hening.

Dalam arti membawakan kesuburan sekaligus kebersamaan itulah maka hujan begitu dinantikan. Ketibaannya yang telat membuat orang gelisah, takut, dan merasa bersalah. Lalu, sebuah ritual memohon hujan pun digelar. Inilah yang kita ingat dari kebiasaan kalangan masyarakat dulu –misal di Madura dengan ojung atau ojungan di Cilacap— yang masih dekat dan terikat dengan alam. Di festival minta hujan itu, orang-orang berkumpul, memanjatkan doa, melakonkan permainan, dan membagi-bagikan makanan. Hujan disambut dengan meriah seperti menyambut seorang tersayang yang telah lama menghilang. Ketiadaan hujan, seperti menandai kelemahan dan ketidakberdayaan manusia, dan kehadiran hujan dianggap sebagai anugerah-Nya.

Tapi hujan tak selalu diharap dengan hati terbuka, karena ia juga tak melulu memberikan kenangan yang indah saja. Hujan, bagi banyak orang, juga bisa bermakna kepedihan dan kesedihan. Jadi metafora bagi air mata, dilawankan dengan sinar matahari yang menjadi perlambang kecerahan dan kebahagian, seperti dalam lagu “Rain and Tears” yang pernah didendangkan oleh Aphrodites Child (juga Dennis Roussos dan Papa Winnie):
Rain and tears are the same…
Both i shun
For in my heart there ‘ll never be a sun
Kadang hujan membangkitkan lagi kenangan yang pahit, dalam kesendirian dan kesepian, seperti yang digemakan Alanis Morisette. Dalam lagunya “Rain”, suara kekasihnya yang pergi menjelma jadi rintik hujan yang menyayat:

That night is just a memory
But I still feel you standing next to me
And when I think I hear you voice all I hear is the rain...

Karena itu bisa dimengerti jika banyak orang juga takut hujan. Apalagi jika ia membawakan banjir (dan longsor), seperti yang dengan tragik menimpa Jakarta, kota yang gagah dan megah itu.

Tapi, omong-omong mengapa orang takut hujan? Jawabnya, karena ia datang keroyokan. Lha tentu, kalau yang datang satu persatu, itu bukan(i’ve cut something_red). Di sini, hujan jadi lelucon!
HAIRUS SALIM HS

Pendidikan Sex Anak

Pendidikan seks usia dini emang penting. Tapi pendidikan yang seperti apa sih? Apa batas-batas yang harus diketahui anak dan mana yang belum boleh diketahui dengan gamblang? Apakah semua orang tua sudah dapat memahaminya? Gimana kalau sampai anak mencari informasi dari orang/media lain yang tidak tepat?

Mushola kecil, 2006
“Mbak Yani, kalau udah mau menstruasi gitu tandanya gimana sih? Trus nanti kita musti gimana?” Tanya Shinta yang usianya memang sudah mendekati baligh, di serambi mushola.
Setelah kucoba untuk menjelaskan –semampuku-, aku sempat bertanya, “Bisaanya tanya-tanya sama ibu juga nggak?”
“Nggak.”
“Kenapa?”
“Tanya sih, tapi jawabnya cuman dikit-dikit gitu. Trus nanti lama-lama cuman bilang, ‘nanti kalau udah dapet juga tau’”

Hasil survey menyatakan, sebagian besar pelajar mendapatkan info tentang seks dari : 1. buku/media, 2. sekolah, 3. teman, dan terakhir baru orang tua. Ironis! Padahal keluarga adalah lembaga pendidikan terpenting bagi perkembangan anak/remaja.

Lomba Minat Baca, 2005
Seorang finalis Lomba Minat Baca Kabupaten Sleman 2005 –bertema ‘Pendidikan Berkualitas bagi Anak atau Siswa’- mengangkat tema tentang ‘kebohongan’ dalam mendidik anak. Diceritakan, “Ketika anak tidak mau makan, orang tua mengatakan ‘Ayo makan, nanti kalau tidak makan ayamya mati’. Hal ini adalah kebohongan. Seharusnya anak tidak diajari dengan cara berbohong seperti itu karena akan berefek pada diri anak nantinya.”

Juri bertanya, “Sekarang kalau misalnya ada anak TK bertanya pada ibunya –misal Anda adalah ibunya-, ‘Bu, kok adik bisa lahir ceritanya gimana sih?’ Anda akan menjawab seperti apa?”

“Ya kita harus menjelaskannya dan tidak boleh berbohong.”
“Bagaimana Anda akan menjelaskannya?”
“Ya, awalnya ada dua orang laki-laki dan perempuan—“
“Anda akan menjelaskan seperti itu? Dia itu masih TK lho. Apa dia akan mengerti?”

Sebenarnya penjelasan seperti apa sih yang tepat untuk anak? Suatu hal yang cukup sulit mengingat pertanyaan anak kadang tidak dapat diprediksi/tidak terduga. Missal, dalam ‘kolom ayah’ majalah Ummi, diceritakan seorang ayah ditanya oleh anaknya: “Bah, kenapa sih aku nggak langsung gede aja seperti Abah sama Ummi?”

Apakah untuk menjawab kedua pertanyaan seperti di atas diperlukan kejujuran? Apakah apa yang diceritakan finalis itu merupakan kebohongan dan tindakan tidak jujur?

***
Nonton TV, 2007
Dalam film “Intan” pernah tertayang sebuah adegan, ketika anaknya diajak oleh Om’nya. Mereka duduk di depan TV, kemudian tiba-tiba terdapat adegan ‘tidak pantas’ dalam acara tersebut. Si Om menonton acara tersebut tanpa mempedulikan si Anak, hingga akhirnya datanglah Neneknya, ngomel. Kata Om-nya “Mama gimana sih? Dia kan butuh pendidikan seks sejak masih kecil. Jadi nggak papa diajak nonton yang beginian.”

Mushola kecil, 2006
Dalam kehidupan nyata, ada juga cerita seorang anak yang tiba-tiba bercerita hal seronok di depan teman-temannya. Ketika ditanya Ustadz-nya, “Siapa yang cerita seperti itu?”
Kata anak dengan lugunya, “Bapak…”

DUARRR!!!

***
Perlunya pendidikan seks adalah untuk mengantisipasi ‘hal-hal yang tidak diinginkan’ terjadi pada anak/remaja. Missal karena merasa penasaran, kemudian anak/remaja tersebut melakukan hubungan seks, dll. Jadi, pendidikan seks juga tidak boleh terlalu gamblang sehingga justru seperti menjadi petunjuk bagi mereka untuk melakukan hal tersebut. Selain itu, perlu juga diceritakan hal-hal yang berkaitan dengan hal tersebut, missal efek, akibat, dan bagaimana dia harus menghadapi tiap-tiap fase perubahan dalam dirinya. Missal, seorang anak yang sudah mendapati menstruasi, tidak hanya dijelaskan tentang hal tersebut secara biologis. Namun, dijelaskan pula tentang kewajibannya berjilbab, tatacara mandi wajib, dll.

Pada intinya, pendidikan seks di masa-masa globalisasi yang serba bebas seperti sekarang menjadi sangat penting. Di tengah pergaulan bebas, anak harus mempunya resisten dan pengetahuan yang kuat dan luas tentang apa yang sedang dihadapinya. Pendidikan seks yang salah kaprah akan menjatuhkan generasih mendatang pada jurang kehancuran yang sangat dalam.

Poligami Sukses??

Fenomena poligami sontak menjadi bahan pembicaraan. Sampai sebagian merasa bosan, dll. Mungkin aneh jika seorang Handayani ikut membicarakan poligami. Karena 1) I’m still 19 dan belum menikah. Kedua, apa aku punya alas an untuk membahas ini?

Ok, umur bukan masalah bagi seseorang untuk belajar. Dan mengenai belum menikah, poligami bukan monopolinya orang yang sudah menikah. Toh suatu saat aku akan menikahJ. Mengenai alas an aku membahas ini…biasa: apapun yang ada di pikiran musti dituangkan. Hehehe… Pro kontra terjadi. Poligami…poligami…
Jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil terhadap perempuan-perempuan yatim (bilamana kamu mengawininya), maka kawinilah wanita-wanita (lain) yang kamu senangi: dua, tiga atau empat. Kemudian jika kamu khawatir tidak dapat berlaku adil (dalam hal-hal yang bersifat lahiriah jika mengawini lebih dari satu), maka kawinilah seorang saja atau budak-budak yang kamu miliki. Yang demikian itu lebih dekat kepada tidak berbuat aniaya.(An Nisaa:3)

Beberapa pendapat tentang poligami yang pernah kudengar:

1. Dari dosen PAI-ku
“Kalo saya pribadi tidak setuju dengan poligami. Ayat mengenai poligami itu dulu turun ketika jaman perang. Ketika itu banyak wanita yang ditinggal mati suaminya yang pergi berperang. Kemudian Rasulullah SAW memerintahkan para laki-laki untuk menikahi janda-janda tersebut setelah turun ayat itu. Nah, sekarang kan keadaannya tidak seperti itu. Kemudian kalau dikatakan karena jumlah perempuan lebih banyak, yang lebih banyak itu yang sudah tua-tua. Kalau yang masih muda yang imbang-imbang saja. Kalau saya sendiri melihat poligami itu lebih banyak madharatnya, sehingga menurut saya lebih baik kalau dilarang.” (ruang kelas C.10.102)

2. Dari Wulan
“….Sekarang kalau misal kamu aja. Emang kamu mau dipoligami? Kalo aku nggak mau. Pokoknya aku nggak mau. Kalau suamiku mau poligami ya sana nikah aja. Tapi musti sama orang yang udah jelek, tua, janda, pokoknya keadaannya lebih buruk dari aku.” (sejak kapan udah nikah ukh? Kok suamiku2…hehe…)

3. Dari akhwat yang aku lupa namanya
“Aku setuju sama poligami. Tapi suamiku musti milih yang jelek, pokoknya nggak lebih cantik dari aku.”

4. Dari Anwar
“Kalau aku pilih yang netral-netral aja. Aku merasa cukup satu kok, ya udah satu aja.”

5. Dari Septyan
“Kalau aku takut nggak bias adil. Jadi aku nggak usah poligami.”

6. Dari bapakQ (hehehe…)
“Orang poligami yo nggak bias asal kok. Kan poligami itu juga ada syarat-syaratnya. Kalau merasa mampu ya silakan. Kalau yang nggak mampu kan nggak usah ribut.” J


Pendapatku:

Aku yakin segala sesuatu yang diperintahkan Allah itu pasti baik. Pasti win-win solution. Pasti tidak hanya menguntungkan satu pihak saja. Permasalahannya, kadang oknum/pelak- pelakunya yang kurang mengerti.

Kalau dikatakan poligami itu seperti kata dosenku, tapi…bukankah tidak ada larangan setelah itu? Dalam kasus nikah mut’ah, Rasulullah memperbolehkannya selama masa berperang. Namun kemudian Rasulullah melarangnya sampai hari kiamat, setelah masa perang itu selesai. Sebaliknya, dalam masalah hokum ziarah bagi kaum wanita. Rasulullah pernah melarang hal tersebut karena dikhawatirkan kaum wanita tidak dapat mengendalikan emosinya. Namun, kemudian Rasulullah memperbolehkan wanita berziarah, karena dapat mengingatkan pada kematian.

Dalam masalah poligami ini, Allah tidak menurunkan ayat Al-Qur’an yang kemudian melarangnya, dan Rasulullah juga tidak bersabda untuk melarangnya.

Kalau beliau (ibu dosen) mengatakan bahwa poligami hanya menimbulkan banyak madharat, hal ini kembali pada pelakunya. Bukankah apa yang disyari’atkan Allah tidak mungkin lebih banyak menimbulkan madharat?

Mengenai jumlah wanita yang lebih banyak, kita bias melihat data yang akurat. Aku tidak mau berpendapat.

Mengenai pilihan Anwar dan Septyan, itu sesuatu yang sangat privacy. Nah, yang menarik, tuntutan bahwa istri baru harus jelek, tua, janda, nggak cantik,….


Aku mencoba menyimpulkan:

Inti dari keberhasilan poligami bagiku ada dua hal: niat yang lurus dan keikhlasan istri. Keduanya bertemu pada satu titik: “menggapai ridlo Allah”.

Mungkin benar tidak ada dalam syari’at bahwa seorang suami harus meminta ijin istri untuk berpoligami. Namun, bukankah suatu sunnah tidak dilakukan dengan meninggalkan sunnah yang lain? Bukankah membahagiakan istri adalah kewajiban suami? Dan bukankah menyakiti istri itu “dosa”. Aku meyakini bahwa Islam adalan win-win solution bagi segala permasalahan yang muncul di dunia. Maka, mustahil aturan yang ada dalam Islam justru menimbulkan permasalahan baru.

Kemudian, benar pula jika dikatakan bahwa: “Boleh kok menikah dengan alas an suka dengan wanita lain selain istrinya.” Namun, bukankah dalam poligami dituntut adanya keadilan dari suami? Jika alas an yang digunakan adalah tergoda dengan perempuan lain saja, bagaimana seorang suami akan dapat bertindak adil terhadap istri-istrinya kalau dalam kenyataannya rasa suka itu tentu muncul karena adanya sesuatu yang dirasa lebih pada wanita lain tersebut.

Karena itulah, niat yang lurus dari seorang suami menjadi hal yang mutlak diperlukan dalam hal ini. Jika tidak, maka benar, mudharat-lah yang akan dituai dari tindakan poligami.

Mengenai keikhlasan seorang istri. Saya setuju: istri mana yang tidak ikhlas suaminya melakukan kebaikan? Apabila suami telah berhasil meluruskan niatnya, istri mana yang sanggup menolak kemuliaan niat suami? Istri mana pula yang sanggup melihat suaminya menderita dengan memperoleh istri yang tidak membahagiakan dia (buruk, jelek, tua, kudisan, dll hehe…), sedangkan perasaan cinta telah tumbuh padanya? Apakah akan berbeda rasanya melihat suami bersama wanita yang cantik atau bersama wanita yang buruk? Bukankah sama saja?

Keikhlasan seorang istri akan muncul dengan sendirinya ketika dia merasa “aman” dengan apa yang dilakukan suaminya. Bias jadi, penolakan istri menjadi sesuatu yang benar, ketika dia tau hal tersebut tidak membawa kebaikan bagi semua pihak, termasuk istri barunya. Misal karena istri mengetahui suami tidak berniat karena Allah (bukan tidak mungkin bila hati keduanya telah terpaut).

Keikhlasan menyebabkan seorang istri tidak mempermasalahkan apakah “dia” lebih baik atau lebih buruk dari dirinya. Apa gerangan yang menyebabkannya? Karena jauh di dalam hati dia meyakini: bukan hal tersebut (fisik) yang dicari oleh suaminya. Hal yang sangat sulit bagi keduanya…namun, itulah yang membuahkan surga.

Terlepas dari apakah poligami itu sunnah, haram, dan sebagainya…tergantung dari seperti apa poligami yang dilakukan. Seperti halnya menikah, menjadi wajib ketika ditakutkan pasangan tidak dapat menjaga diri dari zina. Namun, menjadi sunnah ketika semua persyaratan terpenuhi untuk menikah. Menjadi makruh bila laki-laki telah baligh, namun belum bisa menafkahi istri, dll. Poligami sunnah ketika …, dan dapat menjadi makruh atau haram ketika…(mari kita pelajari).

Maka, kembali pada penyimpulan: Inti dari keberhasilan poligami bagiku ada dua hal: niat yang lurus dan keikhlasan istri. Keduanya bertemu pada satu titik: “menggapai ridlo Allah”.



Sebuah dialog yang pernah terbaca olehku ttg poligami:

Suami: istriku, aku ingin dengan “ini” kau bisa memperoleh keikhlasan yang berbuah surga. Kau tahu kan, surga itu sesuatu yang sangat mahal?

Istri: suamiku, bagaimana mungkin kau akan ‘memberikan’ surga padaku, sementara kau tidak memperolehnya? Kau memintaku melakukan semua ini karena Allah, sedangkan kau sendiri tidak.
(enakan ke surga bareng-bareng yak…hehehe…)

Yogyakarta, 17 Jan ‘07
SH Yani

Katakan Rasa Cintamu!!

Berawal dari sebuah keisengan, aku menemukan pelajaran yang indah…ini dia yang dikatakan ukhuwah!! Btw…ikuti ceritaku yah:


“Saudaraku, Cintailah saudaramu. Dan katakan rasa cinta itu! Karena itu adalah sebuah kebaikan yang membuat hati bahagia. Kekuatan cinta akan membuat hatimu dan hati dia yang engkau cintai berbunga-bunga, harumnya sepanjang masa.”
Kataku hari itu, di mushola kecil kesayangan anak-anak FBS: Al Huda. Sambil menunggu mentor tutorial kami, aku membacakan “Never Ending Success”-nya Budi Hartono. (Bodo’ amat ya kalo temen-temen udah neg dengernya. Hehehe…)

“Wah, Yani…aku mencintaimu.” Kata Nafi’
“Hehe…I love you, too….bentar, aku mau baca lagi nih.”
“O, ya!”

“Cintailah saudaramu. Karena cinta sesama muslim akan berbuah dua surga. Kebahagiaan dunia dan kenikmatan akhirat. Kebahagiaan dunia, berupa mainsnya ukhuwah tiada batas. Kenikmatan akhirat, surga abadi seluas langit dan bumi. Nikmat yang membuat para nabi dan syuhada cemburu padamu.”

“Cie…” (uuh…eleuh-eleuh, jawabnya manteb, bareng-bareng, tapi kok…cie???)
“Wah…nabi sama syuhada aja cemburu. Berarti sama kayak jihad dong. Wah..aku harus menyatakan cintaku! Nafi, aku cinta padamu. Ayu, aku cinta padamu. Wulan, aku cinta padamu…” (NOORAAAKKK!!!)
“Nih anak gila apa yah?” (hehe…akhirnya ada yang memprotesku)
“Biasa. Dasar Yani aneh!”
Gubrakk!! Kok gitu sih??

***

Mengungkapkan rasa cinta. Setiap orang punya cara masing-masing untuk itu. Misal suami Mbak Helvy (http://www.helvytr.multiply.com/) yang so romantis katanya. Trus, kakakku yang ‘sok’ romantis juga. Katanya,”Kalau kakak ngomongnya keras/kasar, bukan karena kakak marah. Tapi karena kakak sayang sama adek.” Beneran..kalimat itu bisa bikin aku mewek seketika. Terharu…hiks…kok bisa sih bilang gitu??

Kalau Bapak beda lagi. Caranya: bohong! (lhoh). Maklum, waktu itu aku beneran g berani tidur di kamar gara-gara kamarku rusak-sak. Udah diganti sih…tapi satu sisi temboknya masih bengkak. Kata keponakanku yang waktu itu baru mau masuk TK, “Weh…temboknya kaya ada ularnya.” (xixixi…) Kata Mbak-ku yang nomor tiga, tuh bengkak bentuknya kaya kaki ada sepatunya. Hayah!

Aku percaya aja waktu beliau bilang, “Ini cuman bengkak luarnya aja.” Padahal awalnya aku nggak percaya. Pikirku, Bapakku lebih tau soal per-bangunan-an. Eh…nyatanya, waktu aku tempatkan kasurku mepet tembok yang bengkak itu, Bapak yang khawatir.
“Mbok jangan deket2 tembok dulu. Itu kan blom diperbaiki.”
“Katanya nggak papa? Kan cuman bengkak di luar aja.”
“Siapa yang bilang? Wong bengkak’e we kaya ngana kok.”
“Bapakku yang bilang!”
Wew…
Ketahuan deh! Tapi, dalam hati aku berterimakasih banget. Kalau nggak dibohongin seperti itu, ampe tembok keganti semua juga aku nggak mau balik ke kamar lagi. (hehe…kaya anak kecil ya?)

Hm…ungkapan cinta itu macem-macem ya?


***

Nah! Anehnya…cinta kadang salah kaprah diungkapkan. Misal, ketika aku menyatakan “Aku cinta padamu.” Sama temen-temen, banyak dikata aneh. Dan nyatanya, begitu pula jika ada laki-laki yang mengatakan itu pada sesama laki-laki. Padahal … cinta itu apa sih? Apa salah sesama perempuan saling mencintai? Bahkan kalau sampai cinta itu diungkapkan –dengan kata-kata-?

“Demi Dia yang menggenggam jiwaku, seseorang belum beriman jika tidak mencintai saudaranya seperti mencintai dirinya sendiri. (HR. Bukhari dan Muslim)

“Sesungguhnya di sekitar arsy terdapat mimbar-mimbar dari cahaya, yang di atasnya terdapat suatu kaum yang menggunakan pakaian cahaya. Wajah mereka bercahaya, dan mereka itu bukan nagi dan bukan pula para syuhada. Akan tetapi para nabi dan para syuhada tertegun (merasa iri) kepada mereka sehingga berkata, “Hai Rasulullah, tolong beritahu siapa gerangan mereka itu?” Beliau menjawab, “Mereka adalah orang yang menjalin cinta karena Allah, dan saling bermajelis (duduk memikirkan sesuatu) karena Allah, dan saling menyanjungi karena Allah semata.” (HR. Nasa’i)

“Aneh tau kamu ngomong gitu sama aku. Kalau yang ngomong cowok aku baru mau.” (lhoh!)

Dunia emang lagi serba jungkir balik. Harusnya, yang seperti di atas ini nih yang aneh. Kan bisa menimbulkan fitnah, dan lain-lain. Untuk lebih amannya, ungkapkan cintamu pada sesamamu. Tul gak? Dan lagi nih, orang-orang Amerika yang belum kenal hadits-hadits di atas saja, biasa mengungkapkan cintanya. “Hello Mike, I love you!” (sering kan denger ungkapan seperti itu di TV-TV?} Kita yang (katanya) orang Islam, yang katanya saling mengasihi, saling mencintai, ber-ukhuwah … malu untuk mengungkapkan itu???

***

Dari pemikiran seperti itu, aku punya ide iseng! Aku ingin mencoba menjadikan sesuatu yang seharusnya tidak aneh menjadi benar-benar tidak aneh! Kurasa benar, ungkapan cinta kita menyebabkan saudara kita berbahagia. Memperkuat ukhuwah. Walau tentu…ungkapan cinta yang sesungguhnya adalah dengan perbuatan, bukan dengan perkataan. Tapi aku sekedar ingin tau, seberapa besar kata-kata cinta itu membahagiakan saudariku…

Mbak mentor Fulanah datang.
“Assalaamu’alaikum, Mbak. Aku mencintaimu.” (hehehe…rasanya norak bener dah!)
“Wa’alaikumsalam. Oya?”
Hm…aku belum melihatnya. Tapi kayanya bakalan seru juga.
“Assalaamu’alaikum, Mbak. Aku mencintaimu.” Kataku pada akhwat yang lain.
“Oh Handa, aku juga mencintaimu.” (duuuuh…senengnya…)
“Assalaamu’alaikum, Mbak. Aku mencintaimu.” (targetku 10 orang lho…)
“Lhoh! Yani…apa yang terjadi padamu? Aku…aku…jadi malu….” (Xixixi…mbak’e pinter akting. Aku juga jadi malu …)
“Assalaamu’alaikum, Mbak. Aku mencintaimu.”
“Apa maksudmu? Jangan bikin hatiku berdebar-debar, Dek.”
“Assalaamu’alaikum, Mbak. Aku mencintaimu.”
Mbak Nurul, angkatan 2003. Bahasa Inggris. Sekelas ma aku di Writing I. Diem sebentar. Duh, bikin nebak-nebak…mo ngusilin aku balik apa yah? (huss … su’udzon)
“Semoga Allah mencintaimu sebagaimana kau mencintaiku, Dek.”
Subhanallah…aku bilang juga apa??? Keisenganku tidak akan sia-sia!
“Amin. Aku akan tulus mencintaimu, Saudariku. Agar Allah senantiasa mencintai kita.” Batinku.

Waktu adalah Pedang

demi masa
demi waktu-waktu yang tersia
mungkin suatu saat ia kan berkata
kemanakah kau hendak membawa dirimu
sialah aku tiada guna
ataukah kan kaubiarkan ku
tetap berharga